TUGAS SOFTSKILL “HUKUM
PERJANJIAN”
DOSEN : SATRYO SUPONO
NAMA : ADI NUROHMANDANA
NPM : 20212182
KELAS : 2EB23
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA
PENDAHULUAN
Hukum
perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini berdasarkan
konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya
hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang
mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling
berjanji satu sama lain untuk melakukan suatu hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan
suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada
masing-masing pihak untuk memerikan hak dan kewajiban kepada masing-masing
pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian
akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya tidak aka nada kesepakatan yang
mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh
masing masing pihak.
ISI
Hukum
Perjanjian
1. Standar Kontrak
Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan
dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah
satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Biasa
juga disebut sebagai perjanjian baku. Menurut Hondius, inti dari perjanjian
baku adalah isi dari perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan pihak lainnya,
sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isi perjanjian
tersebut.
Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan
bahwa standar kontrak adalah perjanjian yang telah dibakukan, ciri-cirinya :
a.
Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang berposisi (ekonomi) kuat.
b.
Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menetukan isi
perjanjian.
c.
Terbentur oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d.
Bentuk tertentu (tertulis).
e.
Dipersiapkan secara massal dan kolektif.
Secara kuantitatif, jumlah standar kontrak yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat sangat banyak yang disertai dengan standar baku dalam
pengelolaannya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat lalu lintas
hukum. Hondius mengemukakan bahwa dewasa ini banyak perjanjian dibuat atas
dasar syarat-syarat baku, seperti perjanjian kerja, perbankan, sektor pemberian
jasa, sewa upah, perniagaan, sewa menyewa, dan lain-lain.
Hondius tidak mengklasifikasikan jenis-jenis standar kontrak
tersebut. Namun Marium
Darus membagi jenis perjanjian baku menjadi empat jenis, yaitu :
a. Perjanjian Baku Sepihak, yaitu perjanjian yang
isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu.
b. Perjanjian Baku Timbal Balik, yaitu perjanjian baku
yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak.
c. Perjanjian Baku yang ditetapkan oleh Pemerintah
yaitu perjanjian baku yang isinya dtentukan oleh pemerintah terhadap
perbuatan-perbuatan hukum tertentu.
d. Perjanjian Baku yang ditentukan di lingkungan
notaries atau advokat, yaitu perjanjian yang konsepnya sejak semula sudag dipersiapkan
untuk memenuhi permintaan dari klien.
2. Macam-macam
Perjanjian
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan
menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang
menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya
perjanjian jual-beli.
b) Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.
Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan
keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya: hibah. Sedangkan perjanjian
atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak
yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua
prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
c) Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian
umum (onbenoend).
Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.
Maksudnya ialah bahwa perjanjian perjanjian tersebut diatur dan diberi
nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak
terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V s/d XVIII KUH
Perdata. Di luar perjanjian khusus tumbuh perjanjian umum yaitu
perjanjian-perjanjian yang tdiak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi
terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tak terbatas. Lahirnya
perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan
mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam Hukum
Perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian umum adalah perjanjian sewa beli.
d) Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian
obligatoir.
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang
menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian
obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri
untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan
perikatan).
e) Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil.
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian di mana di antara kedua:
belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan
perikatan-perikatan.
Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya.
Ø Perjanjian
Liberatoir, yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri
dari kewajiban
yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) pasal 1438
KUH Perdata
Ø Perjanjian
Pembuktian (Bewijsovereenkomst); yaitu perjanjian dimana para pihak
menentukan pembuktian
apakah yang berlaku di antara mereka.\
Ø Perjanjian
Untung-Untungan: misalnya prjanjian asuransi, pasal 1774 KUH Perdata.
Ø Perjanjian
Publik yaitu, perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum
publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa
(pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.
3. Syarat
Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak,
sehingga kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat sahnya kontrak tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Syarat sah yang umum, yang terdiri dari :
1) Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yang dikenal
dengan syarat sahnya perjanjian, terdiri dari :
§ Kesepakatan
kehendak;
§ Dilakukan
oleh pihak yang demi hukum dianggap cakap untuk bertindak;
§ Untuk
melakukan suatu prestasi tertentu;
§ Prestasi
tersebut haruslah suatu prestasi yang diperkenankan oleh hukum, kepatutan,
kesusilaan, ketertiban umum dan kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat luas (biasa disebut dengan suatu kuasa yang halal).
2) Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan
1339 KUHPerdata, yang terdiri dari :
§ Syarat itikad baik;
§ Syarat sesuai dengan kebiasaan;
§ Syarat sesuai dengan kepatuhan;
§ Syarat sesuai dengan kepentingan umum
Undang-undang
memberikan hak kepada setiap orang untuk secara bebas membuat dan melaksanakan
perjanjian, selama keempat unsur di atas terpenuhi. Pihak-pihak dalam
perjanjian bebas menentukan aturan main yang dikehendaki dalam perjanjian
tersebut, dan melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan yang telah tercapai
diantara mereka. Selama dan sepanjang para pihak sesuai dengan kesepakatan yang
telah tercapai diantara mereka. Selama dan sepanjang para pihak tidak melanggar
ketentuan mengenai kuasa yang halal. Artinya, ketentuan yang diatur dalam
perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, kepatuhan dan kebiasaan yang berlaku umum
di dalam masyarakat.
Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua tersebut
mengenai subjek perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan syarat
subjektif, karena mengenai objek dari perjanjian. Dengan diperlakukannya kata
sepakat mengdakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai
kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang
mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tertentu.
Konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari
syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang
dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut: (1) Batal demi
hukum (netig, null and void), misalnya dalam hal dilanggarnya
syarat objektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata; (2) Dapat dibatalkan(vernieetigbaar,
voidable), misalnya dalam hal tidak terpenuhinya syarat subjektif
dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende
wilsverklaring) antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan
tawaran dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang
menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Sebagai
suatu perbandingan dalam Common Law atau Anglo Saxon pembentukan
perjanjian mengharuskan dipenuhinya 4 syarat, yaitu :
1) Kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri,
mencakup :
a. Adanya suatu penawaran (offer) dari pihak offeror sebagai
pihak pertama;
b. Adanya penyampaian penawaran tersebut kepada yang menyatakan
kehendaknya untuk
terikat pada persyaratan dalam penawaran tersebut;
c. Adanya penerimaan penawaran oleh pihak kedua yang menyatakan
kehendaknya untuk
terikat pada persyaratan dalam penawaran tersebut;
d. Adanya penyampaian penerimaan (acceptance) oleh pihak kedua kepada
pihak
pertama.
2) Consideration (“something of value” yang
dipertukarkan antara para pihak)
3) Kecakapan untuk membuat perjanjian
4) Suatu objek yang halal
4. Saat
Lahirnya Perjanjian
Untuk menentukan saat lahirnya kontrak dalam hal yang demikian ada beberapa
teori :
a. Teori Pengiriman (Verzend Theori); Menurut teori
ini, suatu kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan
tersebut dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
b. Teori Pengetahuan (Vernemings theorie); Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah saat suatu kata sepakat telah
terbentuk pada saat orang yang menawarkan tersebut mengetahui
bahwa penawarannya itu telah disetujui oleh pihak lainnya.
c.
Teori Kepercayaan (vertrouwens theorie); mengajarkan bahwa
kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak
(secara objektif) diterima oleh pihak yang menawarkan.
d.
Teori Ucapan (Uiting Theorie); Menurut teori
ini, bahwa suatu kesepakatan kehendak terjadi manakala pihak yang
menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban yang menyatakan
bahwa dia telah menerima tawaran tersebut.
5. Pembatalan
dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan
Perjanjian
Pengertian
pembatalan mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitupembatalan karena
tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi
dari debitur. Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni :
1) Perjanjian harus
bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada
wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan
putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan Perjanjian
Itikad
baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus
megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian
ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh
pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi
perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah
dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh
diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
P E N U T U P
A.
Asas Terbuka
1) Hukum Perjanjian
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
mengadakan perjanjian
yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU, ketertiban umum dan
kesusilaan.
2) Sistem terbuka, disimpulkan
dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi
mereka yang membuatnya”
B. Syarat-syarat Perjanjian
Menurut Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah
perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani
Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata
menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
a) Kesepakatan
b) Kecakapan
c) Hal tertentu
d) Sebab yang
dibolehkan
Perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Beberapa perjanjian
khusus yang penting :
- Perjanjian
jual beli.
-
Perjanjian sewa-menyewa
-
Pemberian atau lebih
-
Persekutuan (maastschapa)
-
Penyuruhan (lestgeving)
-
Perjanjian pinjam
-
Penangungan hutang (borgtocht)
-
Perjanjian perdamaian (dading atau compromis)
REFERENSI
: