NAMA:
ADI NUROHMANDANA
KELAS:
4EB23
MATKUL:
ETIKA PROFESI AKUNTANSI
TUGAS
KEDUABELAS
Isu Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis dan Profesi
I. Benturan
Kepentingan
Ada 7 Kategori situasi benturan
kepentingan (conflict of interest) tertentu, dapat
dilihat sebagai berikut :
ü Segala konsultasi atau hubungan
lain yang signifikan dengan atau berkeinginan mengambil andil di dalam
aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
ü Segala kepentingan pribadi yang
berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
ü Segala hubungan bisnis atas nama
perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family) atau
dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
ü Segala posisi dimana karyawan dan
pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau control terhadap evaluasi hasil
pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga
ü Segala penggunaan
pribadi maupun berbagai atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan
pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan
atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut
ü Segala penjualan pada
atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi Segala penerimaan
dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan
dengan perusahaan
ü Segala aktivitas yang berkaitan
dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public yang merugikan
pihak lain.
Berikut ini merupakan berberapa contoh upaya
perusahaan/organisasi dalam menghindari benturan kepentingan :
1. Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat
menimbulkan benturan kepentingan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
perusahaan.
2. Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun
perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
3. Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat
menimbulkan potensi
4.penyimpangan kegiatan pemeliharaan.
5. Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
6. Menghormati hak setiap insan perusahaan untuk memiliki
kegiatan di luar jam kerja, yang sah, di luar pekerjaan dari perusahaan, dan
yang bebas dari benturan dengan kepentingan.
7. Tidak akan memegang jabatan pada lembaga-lembaga
atau institusi lain di luar perusahaan dalam bentuk apapun, kecuali telah
mendapat persetujuan tertulis dari yang berwenang.
8. Menghindarkan diri dari memiliki suatu kepentingan baik
keuangan maupun non-keuangan pada organisasi / perusahaan yang merupakan
pesaing, antara lain :
• Menghindari situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan
atau spekulasi atau kecurigaan akan adanya benturan kepentingan.
• Mengungkapkan atau melaporkan setiap kemungkinan (potensi)
benturan kepentingan pada suatu kontrak atau sebelum kontrak tersebut
disetujui.
• Tidak akan melakukan investasi atau ikatan bisnis pada
individu dan pihak lain yang mempunyai keterkaitan bisnis dengan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Lahirnya peraturan mengenai benturan
kepentingan (conflict of interest) untuk melindungi
kepentingan pemegang saham. Yang akan menimbulkan keuntungan pihak - pihak
tertentu, karena adanya kolusi yang, dan tidak transparannya proses
pengambil-alihan keputusan oleh Direksi, komisaris, pemegang saham utama, dan
pihak terafiliasi. Untuk menghindari kerugian akibat transaksi tersebut, maka Badan
Pengawas Pasar Modal dapat mewajibkan eminten dan perusahaan
publik untuk memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen.
Mengenai hal ini diatur dalam Pasal
82 ayat 2 Undang - undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995.Keharusan
persetujuan pemegang saham independen I dipertegas kembali dalam Peraturan
Badan Pengawas Pasar Modal Nomor lX.E.1 1 tentang Benturan Kepentingan
Transaksi Tertentu.
II. Etika
Dalam Tempat Kerja
1. Pahami Aturan Tak Tertulis di Tempat
Kerja
Selain peraturan yang
sudah baku, ada sejumlah aturan tak tertulis atau etika yang juga membantu
interaksi sehari-hari di tempat kerja berjalan mulus. Meski tak tertulis, etika
ini merupakan faktor yang berpengaruh pada prestasi kerja Anda.
2. Tepat Waktu
Selalu mengupayakan
segalanya tepat waktu sangatlah penting. Kebiasaan baik ini menunjukkan bahwa
kita menghargai waktu para kolega dan pada gilirannya mereka pun akan
menghargai kita. Pepatah yang tepat untuk diingat, “waktu tidak akan
pernah menunggu siapa pun” . Jadi, jangan pernah sekalipun terlambat
datang ataupun terlambat menyelesaikan tenggat kerja.
3. Kenakan Busana Kerja Yang Pantas
Kebanyakan perusahaan umumnya sudah menetapkan
kode berbusana yang wajib dipatuhi. Ada beberapa jenis pekerjaan yang
membebaskan karyawannya dalam berpakaian. Tapi tetaplah berbusana
yang pantas. Ingat, kantor bukanlah ajang pesta tempat orang memamerkan koleksi
mahal. Sesuaikan juga dengan acara dan situasi. Jika ada janji
bertemu klien, pilih busana formal agar citra perusahaan tetap terjaga.
4. Menjauh Dari Gosip
Kebiasaan bergosip di
kantor bisa mengusik kerja, bahkan mengancam perjalanan karier. Dengan
menghindari gosip, pikiran kita tidak akan terganggu oleh hal-hal remeh yang
biasanya tidak penting.
5. Selalu Mintalah Ijin Saat Meminjam
Sedekat atau seakrab apa
pun relasi dengan rekan kerja, tetaplah meminta ijin saat ingin meminjam
sesuatu. Perilaku ini menyiratkan kita orang yang menghargai orang lain dengan
segala kepemilikannya.
6. Bertutur Sopan dan Selalu Ucapkan Terima
Kasih
Tutur yang santun dan
kata-kata manis pasti akan mengakrabkan suasana kerja sekaligus menjaga
semangat kerja. Tumbuhkan kebiasaan baik ini dan mulailah dari diri sendiri.
Misalnya, saat berpapasan dengan rekan di lobi, usahakan memberi senyum
dan mengangguk sopan meskipun yang bersangkutan bukanlah teman akrab.
7. Jangan Menyela Pembicaraan
Melakukan kebiasaan
ini hanya akan menunjukkan keegoisan Anda untuk menunjukkan pada dunia bahwa
waktu dan pendapat Anda lebih penting ketimbang orang lain. Catatan, tak ada
rekan kerja yang bisa menerima sikap egois.
8. Pelankan Suara
Di kantor yang
mayoritas ruang karyawannya tak berpintu, hal yang paling sering dikeluhkan
adalah kebisingan orang-orang di lingkungan kerjanya. Jadi, menjaga
ketenangan haruslah menjadi prioritas karyawan.
9. Kontrol Telepon Selular
Pastikan suara ponsel
tak mengganggu orang lain. Sebaiknya selama jam kerja matikan nada dering,
cukup gunakan fitur getar saja.
10. Jangan Berisik Saat Mendengarkan Musik
Kalau mau mendengarkan alunan musik selagi
bekerja, kecilkan nadanya atau kenakan headphone. Ingat, ini
menyangkut selera. Jenis musik yang menurut Anda enak dinikmati bisa jadi
terdengar aneh dan tak mengenakkan di telinga rekan kerja.
11. Hargai Privasi Orang Lain
Meskipun kesempatan ada di depan mata, jangan
pernah membaca fax, e-mail, surat ataupun layar komputer siapa saja. Ingatlah
juga saat hendak mengirim e-mail, pastikan Anda tidak menulis sesuatu yang
kira-kira akan meledak jadi masalah besar jika di-forward ke sana
kemari. Jangan salah, dalam dunia maya, siapa pun dapat mem-forward e-mail yang
diterimanya. Kita harus mewaspadai hal ini.
12. Jangan Jadi Sumber Bau
Menyantap makanan
tertentu yang beraroma menyengat di meja kerja Anda, melepas alas kaki, mengenakan
parfum menyengat atau menyemprotkan penyegar udara saat jam kerja bisa
mengganggu rekan keja yang tergolong sensitif.
13. Jaga Kerapian Area Kerja
Tak sedikit yang
mengatakan kalau meja kerja yang bersih mencerminkan pikiran yang bersih dan
cara kerja yang sistematis. Jadi kalau tak ingin dianggap sebagai sosok urakan
atau pekerja ceroboh, jaga kerapian meja kerja.
14. Hormat Senior
Anda dan Lakukan Sebagaimana Mestinya Tanpa Bersikap Berlebihan
Banyak perusahaan punya tingkat hierarki sendiri, pelajari
dan sesuaikan sikap Anda pada tiap tingkatan. Misal : Jangan anggap bos seperti
teman bermain atau bercanda.
15. Hormati Cara Pandang Orang Lain
Selesaikan pertentangan yang terjadi dengan luwes. Kenali
perbedaan pendapat tentang agama, politik, moral serta gaya hidup masing-masing
orang, tapi jangan paksakan apa yang menjadi keyakinan Anda.
16. Tangani Beban Kerja Anda
Tanpa perlu melimpahkannya pada orang lain. Stres memang tidak
dapat dihindari, namun saat mengalaminya Anda harus menyalurkannya pada hal
yang lebih positif, tanpa perlu marah atau membentak rekan kerja Anda.
III. Aktivitas
Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Bisnis internasional merupakan kegiatan bisnis
yang dilakukan melewati batas – batas suatu Negara. Transaksi bisnis seperti
ini merupakan transaksi bisnis internasional yang sering disebut sebagai Bisnis
Internasional (International Trade) ada juga yang menyebutnya
sebagai Pemasaran Internasional (International Marketing). Dilain
pihak transaksi bisnis itu dilakukan oleh suatu perusahaan dalam suatu negara
dengan perusahaan lain atau individu di negara lain disebut Pemasaran
Internasional (International Marketing).
Pemasaran internasional inilah yang biasanya diartikan sebagai
Bisnis Internasional, meskipun pada dasarnya ada dua pengertian. Jadi, kita
dapat membedakan adanya dua buah transaksi bisnis Internasional. Melaksanakan
bisnis internasional tentu saja akan lebih banyak memiliki hambatan ketimbang
di pasar domestik. Negara lain tentu saja akan memiliki berbagai kepentingan
yang sering kali menghambat terlaksananya transaksi bisnis internasional.
Disamping itu, kebiasaan atau budaya negara lain tentu saja akan berbeda dengan
negeri sendiri.
IV. Akuntabilitas
Sosial
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
§ Untuk mengukur dan mengungkapkan
dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh
aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan.
§ Untuk mengukur dan melaporkan
pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan
managerial social accounting, social auditing.
§ Untuk menginternalisir biaya
sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih
relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas
sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian.
Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya :
o Menentukan biaya dan
manfaat sosial
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting dari manfaat
dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan menggunakan
beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan kontribusi dan
kerugian secara spesifik
o Kuantifikasi terhadap biaya dan
manfaat
Saat aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial
ditentukan dan kerugian serta kontribusi.
o Menempatkan nilai moneter pada
jumlah akhir.
v. Manajemen
Krisis
Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan
terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah
berjalan normal. Artinya, terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’yang
menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi
yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis. Pendekatan
yang dikelola dengan baik sebagai respon terhadap kejadian itu terbukti secara
signifikan sangat membantu meyakinkan para pekerja, pelanggan, mitra, investor,
dan masyarakat luas akan kemampuan organisasi melewati masa krisis.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia
bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti :
Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai
kepada karyawan yang mogok kerja.
Segala kejadian buruk dan krisis, berpotensi
menghentikan proses normal bisnis yang telah dan sedang berjalan, membutuhkan
penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen.
Penanganan yang segera ini kita kenal sebagai manajemen krisis (crisis
management).
Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai ‘new corporate discipline’.
Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai ‘new corporate discipline’.
Aspek
dalam Penyusunan Rencana Bisnis
Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita
perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap, yaitu tindakan
untuk menghadapi :
1. Situasi darurat (emergency response)
2. Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster
recovery)
3. Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery)
4. Strategi untuk memulai bisnis kembali (business
resumption)
5. Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency
planning)
6. Manajemen krisis (crisis management)
Penanganan
Krisis
Pada hakekatnya dalam setiap penanganan
krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis
ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis
terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi
bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk
mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan
kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan
sehubungan dengan krisis yang terjadi.
Dalam menghadapi krisis dibutuhkan
kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti mengetahui tujuan dan strategi
yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi oleh rasa optimisme
terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan dari semua orang, dan tunjukkan
bahwa perusahaan mampu menghadapi krisis yang terjadi ini dengan baik.
Tenangkan hati mereka. Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat
dalam mencari dan menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.
Suatu
krisis menurut pendapat Steven Fink (1986) dapat dikategorikan kedalam empat
level perkembangan, yakni :
1. Masa
pre-krisis
Suatu krisis yang besar biasanya telah didahului oleh suatu pertanda
bahwa bakal ada krisis yang terjadi. Masa terjadinya atau munculnya pertanda
ini disebut masa pre-krisis. Seringkali tanda-tanda ini oleh
karyawan yang bertugas sudah disampaikan kepada pejabat yang berwenang, tetapi
oleh pejabat yang berwenang tidak ditanggapi. Oleh karena si pelapor
merasa laporannya tidak ditanggapi dia ikut diam saja. Bila keadaan yang
lebih buruk terjadi dia lebih baik memilih diam daripada laporan dia tidak
ditanggapi. Misalnya kasus kapal di laut yang akan dilanda oleh topan, dan
tidak ada jalan keluar kecuali menghadapi topan tersebut. Namun oleh karena
sudah diantisipasi terjadinya, sang nakhoda akan lebih siap menghadapi krisis
tersebut. Misalnya mengarahkan kapalnya ke batu karang. Dari contoh ini kita
dapat menarik pelajaran bahwa menghadapi krisis yang tidak terelakkan bila kita
sudah tahu, kita akan lebih siap.
2. Masa Krisis
Akut (Acute stage)
Bila pre-krisis tidak dideteksi dan tidak
diambil tindakan yang sesuai maka masa yang paling ditakuti akan terjadi. Kasus
biskuit beracun setelah korban berjatuhan, misalnya cepat sekali mendapat
sorotan media massa sebagai suatu berita yang hangat dan masuk halaman
pertama. Keadaan yang demikian akan menimbulkan suasana yang paling kritis bagi
perusahaan, khususnya bagi perusahaan yang produknya tercemar racun. Informasi
tersebut berkembang dengan cepat dikalangan masyarakat dari mulut ke mulut.
Setelah itu berkembang masalah baru berupa ‘rumor’ bahwa
banyak makanan lain yang ikut tercemar. Beberapa bahan makanan yang
dilaporkan tercemar racun adalah minyak goreng, bakso, bakmi, rokok, dan
beberapa jenis jajanan pasar. Memang isu keracunan ini akan merembet ke makanan
yang sejenis Hal ini disebut dengan proses generalisasi. Fenomena generalisasi
ini juga terjadi pada pabrik yang mempunyai cabang di tempat lain, atau pabrik
yang memproduksi barang yang hampir sama.
3. Masa kronis
krisis
Masa ini adalah masa pembersihan akibat dari krisis
akut. Masa ini adalah masa recovery, masa
mengintrospeksi kenapa krisis sampai terjadi. Masa ini bagi mereka yang gagal
total menangani krisis adalah masa kegoncangan manajemen atau masa kebangkrutan
perusahaan. Bagi mereka yang bisa menangani krisis dengan baik ini adalah masa
yang menenangkan.Masa kronis berlangsung panjang, tergantung pada jenis krisis.
Masa kronis adalah masa pengembalian kepercayaan publik terhadap perusahaan.
4. Masa kesembuhan
dari krisis
Masa ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti
keadaan sedia kala. Pada fase ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis
dapat terjadi sewaktu-waktu dan lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Contoh Kasus Isu
Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis dan Profesi :
“ Penggelembungan Nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk ”
Penggelembungan nilai (mark up) PT.
Kimia Farma Tbk pada tahun 2001 (Arifin,
2005). Laba bersih dilaporkan sebesar Rp 132 miliar
lebih, padahal seharusnya hanyalah sebesar Rp 99,6 miliar. Berdasarkan hasil pemeriksaan
BAPEPAM, penggelembungan sebesar Rp 32,7 miliar tersebut berasal dari:
· overstated atas
penjualan pada Unit Industri Bahan Baku sebesar Rp 2,7 miliar,
· overstated atas
persediaan barang pada Unit Logistik Sentral sebesar Rp 23,9 miliar, dan
· overstated pada
persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated atas
penjualan sebesar Rp 10,7 miliar pada unit Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Arifin (2005) menyatakan bahwa para akuntan
adalah salah satu profesi yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan
perusahaan (corporate governance). Dalam hubungannya dengan prinsip good
corporate governance (GCG), peran akuntan secara signifikan terlibat dalam
berbagai aktivitas penerapan prinsip-prinsipGCG. Terbongkarnya
kasus–kasus khususnya ilmu akuntansi yang terlibat dalam praktik
manajemen laba memberikan kesadaran tentang betapa pentingnya peran
dunia pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan
bermoral. Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral
(akuntan) dapat terbentuk melalui proses pendidikan yang
terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit
banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang dihasilkan sebagai output.
Kasus pelanggaran etika seharusnya
tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan
kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam
pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh
karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas,
seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan
pekerjaan profesi akuntan.
Pertanyaan–pertanyaan tentang dugaan atas
pelanggaran etika profesi akuntan terhadap kepercayaan publik telah menimbulkan
campur tangan pemerintah. Ponemon dan Gabhart (1993), memberikan
argumen bahwa hilangnya kepercayaan publik dan meningkatnya campur tangan
dari pemerintah pada gilirannya menimbulkan dan membawa kepada matinya profesi
akuntan, dimana masalah etika melekat dalam lingkungan pekerjaan para akuntan
professional (Ponemon dan Gabhart, 1993; Leung dan Cooper, 1995).
Para akuntan profesional cenderung mengabaikan
persoalan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat teknis (Volker,1984;
Bebeau, dkk. 1985, dalam Marwanto, 2007), artinya
bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila
dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi.
Disisi lain, karakter moral berkenaan dengan
personaliti, seperti kekuatan ego, keteguhan ego, kegigihan,
kekerasan hati, pemikiran dan kekuatan akan pendirian serta
keberanian yang berguna untuk melakukan tindakan yang benar (Rest,
1986). Seorang individu yang memiliki kemampuan dalam menentukan apa
yang secara moral baik atau buruk dan benar atau salah, mungkin bisa gagal atau
salah dalam berkelakuan secara moral sebagai hasil dari kegagalan dalam
mengidentifikasi persoalan-persoalan moral(Walker, 2002). Dalam
berkelakuan secara moral seorang individu dipengaruhi oleh faktor-faktor
individu yang dimilikinya.
Jones (1991) telah mengembangkan suatu model isu-kontinjen untuk
menguji pengaruh persepsi intensitas moral dan menghubungkannya dengan ‘model
empat komponen Rest’. Rest (1986) membangun model
kognitif tentang pengambilan keputusan (empat model komponen) untuk
menguji pengembangan proses-proses pemikiran moral dan perilaku individu (Chan
dan Leung, 2006). Rest menyatakan bahwa untuk bertindak
secara moral, seorang individu melakukan empat dasar proses psikologi, yaitu :
1. Sensitivitas Moral (Moral
Sensitivity)
2. Pertimbangan Moral (Moral
Judgment)
3. Motivasi Moral (Moral
Intentions), dan
4. Perilaku Moral (Moral
Behavior)).
Jones (1991) mengungkapkan bahwa isu-isu intensitas moral secara
signifikan mempengaruhi proses pembuatan keputusan moral. Penelitian sebelumnya
telah menguji pengaruh komponen dari intensitas moral terhadap sensitivitas
moral (Singhapakdi dkk., 1996; May dan Pauli, 2000), pertimbangan
moral (Webber, 1990, 1999; Morris dan McDonald, 1995; Ketchand dkk.,
1999; Shafer dkk., 1999), dan intensi moral(Singhapakdi dkk., 1996,
1999; Shafer dkk., 1999; May dan Pauli, 2000). Dalam
penelitian-penelitian tersebut, beberapa komponen intensitas moral ditemukan
berpengaruh secara signifikan dalam proses pembuatan keputusan moral dari
berbagai responden. Bagaimanapun, terdapat sedikit penelitian yang melakukan
pengujian pada berbagai karakteristik dari isu-isu dan pengaruhnya terhadap
proses pembuatan keputusan moral pada mahasiswa akuntansi.
Kesimpulan Kasus :
Kasus-kasus pelanggaran terhadap etika dalam
dunia bisnis yang terjadi di Indonesia belakangan ini seharusnya mengarahkan
kebutuhan bagi lebih banyak penelitian yang meneliti mengenai pembuatan
keputusan etis. Kerasnya isu dalam hal pembuatan keputusan moral terasa sangat
penting dalam menegakkan kembali martabat dan kehormatan profesi akuntan yang
sedang dilanda krisis kepercayaan dari masyarakat luas.
Penelitian pengembangan etika akuntan
profesional seharusnya dimulai dengan penelitian mahasiswa akuntansi di bangku
kuliah, dimana mereka ditanamkan perilaku moral dan nilai-nilai etika
profesional akuntan (Jeffrey, 1993). Menurut Ponemon
dan Glazer (1990), bahwa sosialisasi etika profesi akuntan pada kenyataanya
berawal dari masa kuliah, dimana mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan
profesional di masa datang.
Sumber :