Sabtu, 02 Januari 2016

TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI

NAMA: ADI NUROHMANDANA
KELAS: 4EB23
MATKUL: ETIKA PROFESI AKUNTANSI
TUGAS KEDUABELAS

Isu Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis dan Profesi
I.  Benturan Kepentingan

Ada 7  Kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, dapat dilihat sebagai berikut :
ü  Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
ü  Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
ü  Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family) atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
ü  Segala posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau control terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga
ü   Segala penggunaan  pribadi maupun berbagai atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut
ü   Segala penjualan  pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan
ü  Segala aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public yang merugikan pihak lain.

Berikut ini merupakan berberapa contoh upaya perusahaan/organisasi dalam menghindari benturan kepentingan :
1. Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.
2. Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
3. Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi
4.penyimpangan kegiatan pemeliharaan.
5. Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
6. Menghormati hak setiap insan  perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, yang sah, di luar pekerjaan dari perusahaan, dan yang bebas dari benturan dengan kepentingan.
7. Tidak akan  memegang  jabatan pada lembaga-lembaga atau institusi lain di luar perusahaan dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang berwenang.
8. Menghindarkan diri dari memiliki suatu kepentingan baik keuangan maupun non-keuangan pada organisasi / perusahaan yang merupakan pesaing, antara lain :
• Menghindari situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan atau spekulasi atau kecurigaan akan adanya benturan kepentingan.
• Mengungkapkan atau melaporkan setiap kemungkinan (potensi) benturan kepentingan pada suatu kontrak atau sebelum kontrak tersebut disetujui.
• Tidak akan melakukan investasi atau ikatan bisnis pada individu dan pihak lain yang mempunyai keterkaitan bisnis dengan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Lahirnya peraturan  mengenai benturan kepentingan (conflict of interest) untuk melindungi kepentingan pemegang saham. Yang akan menimbulkan keuntungan pihak - pihak tertentu, karena adanya kolusi yang, dan tidak transparannya proses pengambil-alihan keputusan oleh Direksi, komisaris, pemegang saham utama, dan pihak terafiliasi. Untuk menghindari kerugian akibat transaksi tersebut, maka Badan Pengawas Pasar Modal dapat  mewajibkan eminten dan perusahaan publik untuk memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen.

Mengenai hal ini diatur dalam Pasal  82 ayat  2 Undang - undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995.Keharusan persetujuan pemegang saham independen I dipertegas kembali dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal Nomor lX.E.1 1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.

II.          Etika Dalam Tempat Kerja

1. Pahami Aturan Tak Tertulis di Tempat Kerja
Selain peraturan yang sudah baku, ada sejumlah aturan tak tertulis atau etika yang juga membantu interaksi sehari-hari di tempat kerja berjalan mulus. Meski tak tertulis, etika ini merupakan faktor yang berpengaruh pada prestasi kerja Anda.
2. Tepat Waktu
Selalu mengupayakan segalanya tepat waktu sangatlah penting. Kebiasaan baik ini menunjukkan bahwa kita menghargai waktu para kolega dan pada gilirannya mereka pun akan menghargai kita. Pepatah yang tepat untuk diingat, “waktu tidak akan pernah menunggu siapa pun” . Jadi, jangan pernah sekalipun terlambat datang ataupun terlambat menyelesaikan tenggat kerja.
3. Kenakan Busana Kerja Yang Pantas
Kebanyakan perusahaan umumnya sudah menetapkan kode berbusana yang wajib dipatuhi. Ada beberapa jenis pekerjaan yang membebaskan karyawannya dalam berpakaian. Tapi tetaplah berbusana yang pantas. Ingat, kantor bukanlah ajang pesta tempat orang memamerkan koleksi mahal. Sesuaikan juga dengan acara dan situasi. Jika ada janji bertemu klien, pilih busana formal agar citra perusahaan tetap terjaga.

4. Menjauh Dari Gosip
Kebiasaan bergosip di kantor bisa mengusik kerja, bahkan mengancam perjalanan karier. Dengan menghindari gosip, pikiran kita tidak akan terganggu oleh hal-hal remeh yang biasanya tidak penting. 
5. Selalu Mintalah Ijin Saat Meminjam
Sedekat atau seakrab apa pun relasi dengan rekan kerja, tetaplah meminta ijin saat ingin meminjam sesuatu. Perilaku ini menyiratkan kita orang yang menghargai orang lain dengan segala kepemilikannya.
6. Bertutur Sopan dan Selalu Ucapkan Terima Kasih
Tutur yang santun dan kata-kata manis pasti akan mengakrabkan suasana kerja sekaligus menjaga semangat kerja. Tumbuhkan kebiasaan baik ini dan mulailah dari diri sendiri. Misalnya,  saat berpapasan dengan rekan di lobi, usahakan memberi senyum dan mengangguk sopan meskipun yang bersangkutan bukanlah teman akrab.
7. Jangan Menyela Pembicaraan
Melakukan kebiasaan ini hanya akan menunjukkan keegoisan Anda untuk menunjukkan pada dunia bahwa waktu dan pendapat Anda lebih penting ketimbang orang lain. Catatan, tak ada rekan kerja yang bisa menerima sikap egois.
8. Pelankan Suara
Di kantor yang mayoritas ruang karyawannya tak berpintu, hal yang paling sering dikeluhkan adalah kebisingan orang-orang di lingkungan kerjanya.  Jadi, menjaga ketenangan haruslah menjadi prioritas karyawan.
9. Kontrol Telepon Selular
Pastikan suara ponsel tak mengganggu orang lain. Sebaiknya selama jam kerja matikan nada dering, cukup gunakan fitur getar saja.
10. Jangan Berisik Saat Mendengarkan Musik
Kalau mau mendengarkan alunan musik selagi bekerja, kecilkan nadanya atau kenakan headphone. Ingat, ini menyangkut selera. Jenis musik yang menurut Anda enak dinikmati bisa jadi terdengar aneh dan tak mengenakkan di telinga rekan kerja.

11. Hargai Privasi Orang Lain
Meskipun kesempatan ada di depan mata, jangan pernah membaca fax, e-mail, surat ataupun layar komputer siapa saja. Ingatlah juga saat hendak mengirim e-mail, pastikan Anda tidak menulis sesuatu yang kira-kira akan meledak jadi masalah besar jika di-forward ke sana kemari. Jangan salah, dalam dunia maya, siapa pun dapat mem-forward e-mail yang diterimanya. Kita harus mewaspadai hal ini.

12. Jangan Jadi Sumber Bau
Menyantap makanan tertentu yang beraroma menyengat di meja kerja Anda, melepas alas kaki, mengenakan parfum menyengat atau menyemprotkan penyegar udara saat jam kerja bisa mengganggu rekan keja yang tergolong sensitif.  
13. Jaga Kerapian Area Kerja
Tak sedikit yang mengatakan kalau meja kerja yang bersih mencerminkan pikiran yang bersih dan cara kerja yang sistematis. Jadi kalau tak ingin dianggap sebagai sosok urakan atau pekerja ceroboh,  jaga kerapian meja kerja.
14. Hormat Senior Anda dan Lakukan Sebagaimana Mestinya Tanpa Bersikap Berlebihan
 Banyak perusahaan punya tingkat hierarki sendiri, pelajari dan sesuaikan sikap Anda pada tiap tingkatan. Misal : Jangan anggap bos seperti teman bermain atau bercanda.

15. Hormati Cara Pandang Orang Lain
Selesaikan pertentangan yang terjadi dengan luwes. Kenali perbedaan pendapat tentang agama, politik, moral serta gaya hidup masing-masing orang, tapi jangan paksakan apa yang menjadi keyakinan Anda.

16. Tangani Beban Kerja Anda
Tanpa perlu melimpahkannya pada orang lain. Stres memang tidak dapat dihindari, namun saat mengalaminya Anda harus menyalurkannya pada hal yang lebih positif, tanpa perlu marah atau membentak rekan kerja Anda.

III.    Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya

Bisnis internasional merupakan kegiatan bisnis yang dilakukan melewati batas – batas suatu Negara. Transaksi bisnis seperti ini merupakan transaksi bisnis internasional yang sering disebut sebagai Bisnis Internasional (International Trade) ada juga yang menyebutnya sebagai Pemasaran Internasional (International Marketing). Dilain pihak transaksi bisnis itu dilakukan oleh suatu perusahaan dalam suatu negara dengan perusahaan lain atau individu di negara lain disebut Pemasaran Internasional (International Marketing).

Pemasaran internasional inilah yang biasanya diartikan sebagai Bisnis Internasional, meskipun pada dasarnya ada dua pengertian. Jadi, kita dapat membedakan adanya dua buah transaksi bisnis Internasional. Melaksanakan bisnis internasional tentu saja akan lebih banyak memiliki hambatan ketimbang di pasar domestik. Negara lain tentu saja akan memiliki berbagai kepentingan yang sering kali menghambat terlaksananya transaksi bisnis internasional. Disamping itu, kebiasaan atau budaya negara lain tentu saja akan berbeda dengan negeri sendiri.

IV.    Akuntabilitas Sosial

Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
§  Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan.
§  Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
§  Untuk menginternalisir biaya sosial dan  manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.

Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya :
o  Menentukan biaya dan  manfaat sosial
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting dari manfaat dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara spesifik
o  Kuantifikasi terhadap biaya dan manfaat
Saat aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial ditentukan dan kerugian serta kontribusi.
o  Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.

v.    Manajemen Krisis

Manajemen krisis adalah  respon pertama  perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya, terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis. Pendekatan yang dikelola dengan baik sebagai respon terhadap kejadian itu terbukti secara signifikan sangat membantu meyakinkan para pekerja, pelanggan, mitra, investor, dan masyarakat luas akan kemampuan organisasi melewati masa krisis.

Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti : Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan yang mogok kerja.

Segala kejadian buruk dan krisis, berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang telah dan sedang berjalan, membutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan yang segera ini kita kenal sebagai manajemen krisis (crisis management).
Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai ‘new corporate discipline’.

*        Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis

Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap, yaitu tindakan untuk menghadapi :
1. Situasi darurat (emergency response)
2. Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery)
3. Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery)
4. Strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption)
5. Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning)
6. Manajemen krisis (crisis management)

*        Penanganan Krisis

Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi.


Dalam menghadapi krisis dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti mengetahui tujuan dan strategi yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi oleh rasa optimisme terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan dari semua orang, dan tunjukkan bahwa perusahaan  mampu menghadapi krisis yang terjadi ini dengan baik. Tenangkan  hati mereka. Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat dalam mencari dan menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.

*    Suatu krisis menurut pendapat Steven Fink (1986) dapat dikategorikan kedalam empat level perkembangan, yakni :

1.        Masa pre-krisis

Suatu krisis yang besar biasanya telah didahului oleh suatu pertanda bahwa bakal ada krisis yang terjadi. Masa terjadinya atau munculnya pertanda ini disebut masa pre-krisis. Seringkali tanda-tanda ini oleh karyawan yang bertugas sudah disampaikan kepada pejabat yang berwenang, tetapi oleh pejabat yang berwenang tidak ditanggapi. Oleh karena si pelapor  merasa laporannya tidak ditanggapi dia ikut diam saja. Bila keadaan yang lebih buruk terjadi dia lebih baik memilih diam daripada laporan dia tidak ditanggapi. Misalnya kasus kapal di laut yang akan dilanda oleh topan, dan tidak ada jalan keluar kecuali menghadapi topan tersebut. Namun oleh karena sudah diantisipasi terjadinya, sang nakhoda akan lebih siap menghadapi krisis tersebut. Misalnya mengarahkan kapalnya ke batu karang. Dari contoh ini kita dapat menarik pelajaran bahwa menghadapi krisis yang tidak terelakkan bila kita sudah tahu, kita akan lebih siap.

2.        Masa Krisis Akut (Acute stage)

Bila pre-krisis tidak dideteksi dan tidak diambil tindakan yang sesuai maka masa yang paling ditakuti akan terjadi. Kasus biskuit beracun setelah korban berjatuhan, misalnya cepat sekali mendapat sorotan media massa sebagai suatu berita yang hangat dan  masuk halaman pertama. Keadaan yang demikian akan menimbulkan suasana yang paling kritis bagi perusahaan, khususnya bagi perusahaan yang produknya tercemar racun. Informasi tersebut berkembang dengan cepat dikalangan masyarakat dari mulut ke mulut. Setelah itu berkembang masalah baru berupa ‘rumor’ bahwa banyak makanan lain yang ikut tercemar. Beberapa bahan makanan yang dilaporkan tercemar racun adalah minyak goreng, bakso, bakmi, rokok, dan beberapa jenis jajanan pasar. Memang isu keracunan ini akan merembet ke makanan yang sejenis Hal ini disebut dengan proses generalisasi. Fenomena generalisasi ini juga terjadi pada pabrik yang mempunyai cabang di tempat lain, atau pabrik yang memproduksi barang yang hampir sama.

3.        Masa kronis krisis

Masa ini adalah masa pembersihan akibat dari krisis akut. Masa ini adalah masa recovery, masa mengintrospeksi kenapa krisis sampai terjadi. Masa ini bagi mereka yang gagal total menangani krisis adalah masa kegoncangan manajemen atau masa kebangkrutan perusahaan. Bagi mereka yang bisa menangani krisis dengan baik ini adalah masa yang menenangkan.Masa kronis berlangsung panjang, tergantung pada jenis krisis. Masa kronis adalah masa pengembalian kepercayaan publik terhadap perusahaan.

4.        Masa kesembuhan dari krisis

 Masa ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti keadaan sedia kala. Pada fase ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis dapat terjadi sewaktu-waktu dan lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Contoh Kasus  Isu Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis dan Profesi :

“ Penggelembungan Nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk 

Penggelembungan nilai (mark upPT. Kimia Farma Tbk  pada tahun 2001 (Arifin, 2005).  Laba bersih dilaporkan  sebesar Rp 132 miliar lebih, padahal seharusnya hanyalah sebesar Rp 99,6 miliar. Berdasarkan  hasil  pemeriksaan BAPEPAM, penggelembungan sebesar Rp 32,7 miliar tersebut berasal dari:
·      overstated atas penjualan pada Unit Industri Bahan Baku sebesar Rp 2,7 miliar,
·      overstated atas persediaan barang pada Unit Logistik Sentral sebesar Rp 23,9 miliar, dan
·      overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated atas penjualan sebesar Rp 10,7 miliar pada unit Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Arifin (2005) menyatakan bahwa para akuntan adalah salah satu profesi yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance). Dalam hubungannya dengan prinsip good corporate governance (GCG), peran akuntan secara signifikan terlibat dalam berbagai aktivitas penerapan prinsip-prinsipGCG. Terbongkarnya kasus–kasus khususnya ilmu akuntansi yang terlibat dalam  praktik manajemen  laba memberikan kesadaran tentang betapa pentingnya peran dunia pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan bermoral. Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral (akuntan) dapat  terbentuk  melalui proses pendidikan yang terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang dihasilkan sebagai output.

Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaan profesi akuntan.

Pertanyaan–pertanyaan tentang dugaan atas pelanggaran etika profesi akuntan terhadap kepercayaan publik telah menimbulkan campur tangan pemerintah. Ponemon dan Gabhart (1993),  memberikan argumen bahwa hilangnya kepercayaan publik dan  meningkatnya campur tangan dari pemerintah pada gilirannya menimbulkan dan membawa kepada matinya profesi akuntan, dimana masalah etika melekat dalam lingkungan pekerjaan para akuntan professional (Ponemon dan Gabhart, 1993; Leung dan Cooper, 1995).

Para akuntan profesional cenderung mengabaikan persoalan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat teknis (Volker,1984; Bebeau, dkk. 1985, dalam Marwanto, 2007), artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi. 

Disisi lain, karakter moral berkenaan dengan personaliti, seperti kekuatan ego, keteguhan ego,  kegigihan,  kekerasan hati,  pemikiran dan kekuatan akan pendirian serta keberanian yang berguna untuk melakukan tindakan yang benar (Rest, 1986). Seorang individu yang memiliki kemampuan dalam menentukan apa yang secara moral baik atau buruk dan benar atau salah, mungkin bisa gagal atau salah dalam berkelakuan secara moral sebagai hasil dari kegagalan dalam mengidentifikasi persoalan-persoalan moral(Walker, 2002).  Dalam berkelakuan secara moral seorang individu dipengaruhi oleh faktor-faktor individu yang dimilikinya.

Jones (1991) telah mengembangkan suatu model isu-kontinjen untuk menguji pengaruh persepsi intensitas moral dan menghubungkannya dengan ‘model empat komponen Rest’Rest (1986) membangun  model kognitif tentang pengambilan keputusan (empat model komponen) untuk menguji pengembangan proses-proses pemikiran moral dan perilaku individu (Chan dan Leung, 2006). Rest menyatakan bahwa untuk bertindak secara moral, seorang individu melakukan empat dasar proses psikologi, yaitu :
1.    Sensitivitas Moral (Moral Sensitivity)
2.    Pertimbangan Moral (Moral Judgment)
3.    Motivasi Moral (Moral Intentions), dan
4.    Perilaku Moral (Moral Behavior)).

Jones (1991) mengungkapkan bahwa isu-isu intensitas moral secara signifikan mempengaruhi proses pembuatan keputusan moral. Penelitian sebelumnya telah menguji pengaruh komponen dari intensitas moral terhadap sensitivitas moral (Singhapakdi dkk., 1996; May dan Pauli, 2000), pertimbangan moral (Webber, 1990, 1999; Morris dan McDonald, 1995; Ketchand dkk., 1999; Shafer dkk., 1999), dan intensi moral(Singhapakdi dkk., 1996, 1999; Shafer dkk., 1999; May dan Pauli, 2000). Dalam penelitian-penelitian tersebut, beberapa komponen intensitas moral ditemukan berpengaruh secara signifikan dalam proses pembuatan keputusan moral dari berbagai responden. Bagaimanapun, terdapat sedikit penelitian yang melakukan pengujian pada berbagai karakteristik dari isu-isu dan pengaruhnya terhadap proses pembuatan keputusan moral pada mahasiswa akuntansi.

Kesimpulan Kasus :

Kasus-kasus pelanggaran terhadap etika dalam dunia bisnis yang terjadi di Indonesia belakangan ini seharusnya mengarahkan kebutuhan bagi lebih banyak penelitian yang meneliti mengenai pembuatan keputusan etis. Kerasnya isu dalam hal pembuatan keputusan moral terasa sangat penting dalam menegakkan kembali martabat dan kehormatan profesi akuntan yang sedang dilanda krisis kepercayaan dari masyarakat luas.

Penelitian pengembangan etika akuntan profesional seharusnya dimulai dengan penelitian mahasiswa akuntansi di bangku kuliah, dimana mereka ditanamkan perilaku moral dan nilai-nilai etika profesional akuntan (Jeffrey, 1993).  Menurut Ponemon dan Glazer (1990), bahwa sosialisasi etika profesi akuntan pada kenyataanya berawal dari masa kuliah, dimana mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan profesional di masa datang.



Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar