Selasa, 23 April 2013

Minggu ke-9 Tulisan softkill perekonomian indonesia 2


TULISAN SOFT SKILL
PEREKONOMIAN INDONESIA

OLEH : ADI NUROHMANDANA
NPM : 20212182
KELAS : 1EB20
JUDUL:
1. PENANAMAN MODAL ATAU INVESTASI

2. PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA REFORMASI
3. KERJASAMA ASEAN INDONESIA DENGAN CHINA

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
TULISAN:
PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA REFORMASI

PENDAHULUAN

Kami membuat makalah ini di latar belakangi dengan dinamika perekonomian bangsa indonesia pada zaman ORBA (orde baru). Dimana pada zaman ini adalah zaman yang lama berkuasa, yaitu selama kurang lebih 32tahun. Dan selama masa pemerintahan tersebut,banyak masalah-masalah ekonomi yang terjadi pada rezim tersebut. Ada pula masalah-masalah yang kami bahas seperti peranan pemerintah dalam perekonomian Indonesia, mengatasi kesulitan ekonomi, dan kondisi keuangan Indonesia di Era Orde Baru yang menyebabkan inflasi,blockade ekonomi,dan lain-lain.
            Makalah ini disusun dengan dilengkapi oleh gambar-gambar, agar lebih mudah mengetahui maksud dari makala ini. Makala ini pun telah kami rangkum sedemikian,agar para pembaca dapat mengerti dan menangkap masalah-masalah yang telah kami buat dari berbagai referensi yang ada.
            Kami pun menyadari bahwa makala ini masih jauh dari sempurna, namun kami telah berusaha agar dapat menyusun makala ini dengan sebaik mungkin. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

ISI

Kondisi Ekonomi diIndonesia pada Era ORBA(Orde Baru)



 
Pemerintah memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia yang berbasis pasar.dimana pemerintah dapat menetapkan harga barang pokok ,yaitu bahan bakar, listrik, dan beras. Kondisi ekonomi keuangan pada masa orba amat buruk. Hal ini disebabkan antara lain :
1. Inflasi yang sangat tinggi.
    Penyebab inflasi yang sangat tinggi yaitu beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda untuk menutup pintu perdagangan luar negeri Republik 
    Indonesia.Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945 , menutup pintu keluar-masuk perdagangan
    RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini  adalah: 
  •  Agar dapat mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
  •  Agar dapat Mencegah keluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya.
  •  Agar bangsa Indonesia dapat terlindungi dari tindakan yang dilakukan oleh bangsa lain.
3. Kas Negara kosong
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
5. Tanah pertanian rusak
a)      Tanah pertanian di tanami tanaman keras
b)      Tenaga kerja di jadikan romusa
Mengatasi kesulitan ekonomi di era ORBA (Orde Baru)

Dalam mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi tersebut, pemerintah melakukan usaha-usaha, antara lain :
  • Melakukan Program Pinjaman Nasional yang dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman, yang dilakukan pada bulan Juli 1946.
  •  Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India seberat 500.000 ton, mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
  • Melakukan Konferensi ekonomi Februari 1946 yang bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan yang bulat dalam menyelesaikan masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
  • Membentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 yang bertujuan untuk membuat rencana pembangunan ekonomi jangka waktu dua sampai tiga tahun.
  • Merekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang pada tahun 1948 yaitu mengalihkan bekas tenaga angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
  • Dapat menghasilkan rencana produksi lima tahun yang dikenal dengan nama Kasimo Plan, yang berisinya:
  1.    Memperbanyak kebun bibit dan padi unggul
  2.    Mencegahan penyembelihan hewan pertanian
  3.    Penanaman kembali tanah kosong
  4.    Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari Jawa ke Sumatera dalam jangka waktu 1-15     tahun.

Usaha Pemerintah Untuk Memperbaiki Ekonomi

Pada tahun 1959 kehidupan ekonomi Indonesia belum berhasil membaik, melainkan masalah yang datang cukup berat.pemerintah pun berusaha untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang sulit ini, usaha tersebut antara lain :
 
1. Gunting Syafruddin
 
Kebijakan ini adalah pemotongan nilai mata uang. Dengan cara memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950 yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS yang bertujuan untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Keuntungan dari kebijakan ini adalah rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar ,maka pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.

 System ekonomi gerakan benteng
Sistem ekonomi ini merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia yangbertujuan untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan)danmengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah:
  1. Dapat menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
  2. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. 
  3.  Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantua kredit.
  4. Para pengusaha pribumi secara bertahap dapat berkembang menjadi maju.
 
2. Gagasan Sumitro


Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950.Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini.Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar.


Penyebab Kegagalan program ini karena :
  1. Dalam kerangka sistem ekonomi liberal para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan para pengusaha non pribumi.
  2. Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
  3.  Ketergantungannya para pengusaha pada pemerintah.
  4. Kurang mandirinya para pengusaha untuk mengembangkan usahanya.
  5. Para pengusaha mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
  6. Penyalahgunakan kebijakan para pengusaha dengan mencari keuntungan secara  cepat  dari kredit yang mereka peroleh.

Maka dampak yang ditimbulkan adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda.Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.

 System Ekonomi Ali-Baba
            System ini di prakarsai oleh menteri perekonomian kabinet Ali I yaitu Iskaq Tjokrohadisurjo. Program ini mempunyai tujuan, yaitu :
  •  Agar dapat memajukan pengusaha pribumi.
  • Bekerjasama dengan para pengusaha pribumi untuk memajukan perekonomian nasional. 
  • Dapat bekerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi dalam memajukan perekonomian Indonesia.
         Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
System ini di namakan system Ali-Baba adalah Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
  1. Kurangnya pengalaman pengusaha pribumi. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.sehingga pengusaha pribumi hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
  2. Indonesia lebih mengutamakan persaingan bebas.karena Indonesia menerapkan sistem Liberal
  3. Belum sanggupnya pengusaha pribumi untuk bersaing dalam pasar bebas.
 Persaingan Finansial Ekonomi (Finek).
Pada masa Kabinet, Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda.Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
         Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
         Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
         Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak.Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.

 Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT).
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara.Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang.Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
  1.  Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
  2.  Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
  3. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
  •  
 Musyawarah Nasional Pembangunan
            Terjadinya ketegangan hubungan antara pusat dan daerah pada masa kabinet Juanda.dengan adanya Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap) masalah tersebut dapat teratasi. Tujuan diadakannya Musyawarah Nasional Pembangunan adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik dikarenakan:
a)      Terjadinya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
b)      Ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
c)      Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.


 Orde baru
Inflasi dapat ditahan sekitar 5%-10% dengan melalui kebijakan moneter yang ketat.Nilai mata uang rupiahpun dapat stabil dan dapat ditebak, pemerintahpun menerapkan sistem anggaran berimbang.anggaran pembangunan banyak dibiayai oleh bantuan pihak asing.sudah tiga puluh tahun lamanya pemerintahan orde baru presiden soeharto.
Pemerintah mulai menghilangkan hambatan aktivitas ekonomi pada pertengahan 80an. Tujuan utamanya pada sektor eksternal dan finansial untuk meningkatkan lapangan pekerjaan .Indonesia diakui banyak analisis sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
Beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia tertutupi karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.tidak ada jalan yang efektif untuk mengumpulkan hutang, menjalankan kontrak atau menuntut atas kebangkrutan akibat dari system legal yang sangat melemah.perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman disebabkan oleh aktivitas bank dengan peminjaman berdasarkan collateral.terciptanya gangguan ekonomi akibat dari . Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya
Pada akhir tahun 1997 di indonesia terjadi krisis finansial asia tenggara dengan mudah berubah menjadi krisis ekonomi dan politik. Indonesia pun merespon masalah ini dengan menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalian naiknya inflasi dan melemahnya nilai mata uang Indonesia yaitu rupiah.Pada Oktober 1997, Indonesia mencapai kesepakatan terhadap International Monetary Fund (IMF) tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain yang melibatkan anggota keluarga presiden soeharto yaitu Program Permobilan Nasional dan monopoli. hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998 karena Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama.

 Pasca Soeharto
 
Pada bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie.pada tahun 2010, ekonomi Indonesia sangat stabil dan dapat tumbuh dengan pesat dibawa oleh presiden susilo bambang yudhoyono. Indonesia adalah Negara yang dapat tumbuh dengan cepat diantara 20 negara anggota industri ekonomi terbesar didunia.



 Kajian Pengeluaran Publik
Keuangan Indonesia telah mengalami transformasi besar sejak akhir tahun 90an pada saat krisis keuangan Asia.kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik disebabkan oleh krisis keuangan tersebut. utang dan subsidi pun meningkat secara drastis, dan belanja pembangunan dikurangi. cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui perubahan besar yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006.
Pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Namun risiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi dapat menyebabkan tingkat inflasi menjadi lebih besar, dan pemerintahpun mengambil keputusanuntuk memotong subsidi minyak.
Keputusan pemerintah untuk memotong subsidi minyak mendatangkan US$10 miliar untuk pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 miliar telah tersedia berkat penurunan pembayaran utang. pada tahun 2006 pemerintah membelanjakan US$15 miliar untuk program pembangunan. sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 70an, Negara ini belum mengalami ruang fiskal.namun, perbedaan yang paling utama adalah meningkatnya pendapatan yang besar dari minyak pada tahun tersebut semata-mata dikarenakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, saat ini ruang fiskal tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati-hati dan tepat.
Sementara itu, Indonesia mengalami kemajuan dalam penyediaan sumber keuangan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan, dan hal ini dapat dipertahankan untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap adalah beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 miliar dari belanja pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15 persen dari anggaran total.
Berkat keputusan B.J.Habibie untuk mendesentralisasikan wewenang pada pemerintahan daerah dan sebagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat diberikan melalui pemerintah daerah.Dan hasilnya pun pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang dapat membelanjakan 37% dari total danapublik.
Ketersediaan tingkat desentralisasi saat ini dan ruang fiskal, pemerintah Indonesia bersepakat untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan.Apabila dapat dirawat dengan hati-hati, maka daerah-daerah yang tertinggal di bagian timur Indonesia dapat memungkinkan untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang sudah lebih maju dalam hal. Hal tersebut dapat memungkinkan masyarakat Indonesia agar fokus ke generasi yang akan datang dalam melakukan perubahan, contohnya penyediaan infrastruktur seperti yang sudah ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi hal utama untuk belanja publik di Indonesia untuk kedepannya.
Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai 17.2%dari total belanja publik, mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan sektor lain dan mengambil sekitar 3.9% dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan hanya 2.0 persen dari PDB pada tahun 2001sebaliknya total belanja kesehatan publik masih dibawah 1.0 persen dari PDB. Sementara itu, investasi infrastruktur publik masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada tingkat 3.4% dari PDB .Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15% pada tahun 2006 .menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya public.

 Faktor Kegagalan Perekonomian Indonesia Pasca Orde Baru
           
            Ketika krisis moneter melanda Indonesia, semua pihak tersentak melihat indikator ekonomi Indonesia. Hanya dalam beberapa bulan, krisis ekonomi telah memporak-porandakan “keberhasilan” pertumbuhan Indonesia selama tiga dekade menjadi minus 13%. Ironisnya, dalam beberapa bulan kemudian, krisis justru semakin parah dan mengarah pada ptret okonomi Indonesia yang suram. Selama dilanda krisis, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 80juta, angka pengangguran menjadi 20juta jiwa, bahkan laju inflasi mendekati angka 100% (hiperintlasi).
            Sikap mental Orde Baru yang tak lagi menghargai supremasi hukum,HAM, demokratisasi dan lingkungan hidup memang tak sejalan dengan gerakan reformasi. Orde Baru bukan menyangkut orang per orang, melainkan sikap mental dan pola pikir yang mempengaruhi seseorang. Tanpa perubahan terhadap sikap mental itu,apa pun gerakan reformasi yang dilakukan takkan berhasil. Karena itu, mentalitas Orde Baru harus diubah. Gerakan reformasi selanjutnya bisa berhasil walaupun dilakukan oleh mereka yang pernah menjadi sikap mental yang sesuai dengan gerakan reformasi. Sebaliknya, reformasi bisa gagal walalupun dilaksanankan oleh orang lain,yang bukan mantan mantan pejabat Orde Baru,tetapi mereka memiliki mentalitas Orde Baru. Mentalitas Orde Baru, muncuul karena penguasa mempunyai kedudukan lebih kuat dibanding rakyat. Akibatnya, aparat pun merasa harus dilayani oleh rakyat, dan menempatan rakyat sebagai peminta-minta pelayanan. Padahal,aparat sesungguhnya harus berperan melayani masyarakat. Bahkan, dengan porsi kekuasaan pemerintah yang terlalu kuat, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tak bisa berbuat apa-apa. Dalam kasus pertahanan, rakyat yang merasa haknya dirampas hanya bisa berunjuk rasa atau membangun tenda diatas tanahnya. Namun itu tidak akan bertahan lama. Rakyat pun akan kalah, BPN tengah melakukan perubahan sikap mental aparatnya. Pelayanan kepada rakyat dibidang pertahanan kini semakin dipermudah. Orde Baru bagaikan seorang raksasa yang kini tengah menghadapi sakaratul maut. Bahkan mungkin secara medis raksasa Orde Baru itu sudah mati. Dibutuhkan waktu yang panjang untuk dapat mengendalikan gerakan “bagian tubuh” Orde Baru yang tidak terkendali itu. Pemerintah dapat melakukan kekerasan untuk mempercepat kematian Orde Baru. Tetapi ini akan menghasilkan raksasa baru yang barangkali akan dihadapi rakyat, seperti menghadapi Orde Lama maupun Orde Baru 10-20 tahun yang akan datang. Oleh karena itu, pemerintah dan ABRI memilih pendekatan persuasif, sekalipun butuh waktu dan kesabaran.

            Pendekatan yang dilakukan pemerintah serta ABRI dalam menangani berbagai kurusuhan, memang bukan suatu yang populer. Akibatnya,ABRI dan pemerintah dianggap lemah. Banyak tokoh masyarakat yang menghujat pemerintah. Pemerintah saat ini selalu dalam posisi terpojok,kalah,dan selalu salah. Sebaliknya, kalangan HUMAS pemerintah kurang mampu menghadapi pendapat masyarakat yang menyudutkan pemerintah. Keberhasilan pembangunan belumlah tentu sebuah keberhasilan. Bahkan keberhasilan pembangunan khususnya selama Orde Baru, bisa menjadi perusakan alam dan kerugian besar untuk masyarakat daerah. Ini terjadi karena pelaksanaan pembangunan kurang memperhatikan analisis dampak sosial, dan dapat pengaruh banyaknya pejabat-pejabat yang menguasai sistem untuk kepentingan diri mereka masing-masing sebagaimana yang telah menjadi ciri dari pemerintahan dan masyarakat Orde Baru.
            Suatu golongan yang tidak disenangi kemudian menjadi disenangi, akan ikut membantu memperlancar perubahan. Namun suatu golongan yang telah berada dalam sintuasi yang menyenangkan, menikmati banyak hak istimewa, kekuasaan dan uang, mereka akan bertahan sekuat mungkin. Itulah keadaan yang terjadi sekarang. Para pejabat Orde Baru selalu menyatakan penguasaan mereka atas sumber-sumber ekonomi yang tinggi serta menjanjikan pemerataan atas hasil-hasil pembangunan. Namun pada dasawarsa 1980-an, gerakan mahasiswa secara jitu menemukan fakta bahwa “pembangunan telah memakan korban”. Bagi warga masyarakat yang justru tergusur dari tanah merka. Setiap upaya mempersoalkan nasib rakyat tak jarang diperhadapkan dengan tudingan “mengganggu jalannya pembangunan”. Jika mempersoalkan ke tingkat internasional, aparat Orde Baru menudingnya sebagai “mengejek-ngejekkan bangsa” atau “menjual bangsa” ke pihak asing.
            Tujuan nasionalisme Orde Baru sangat jelas, yakni mempertahankan kepentingan KKN mereka dengan dua target:
  1. Kekuatan-kekuatan rakyat tak dapat berkembang dan tetap lumpuh, sehingga rakyat tak bisa bersuara atas praktik KKN Orde Baru.
  2. Mengorbankan nasionalisme untuk mencegah dan mengacaukan upaya aktivis HAM untuk memperkarakan kasus-kasus pelanggaran HAM (human rights violation).
            Hasil yang diharapkan pemimpin Orde Baru yang mengorbankan nasionalisme sempit itu,ada dua hal. Pertama, mereka kebal dari hukum (impunity). Semua praktik KKN yang mereka jalankan, tidak dapat dihukum, sehingga kepentingan-kepentingannya tetap lestari. Mereka untouchable tidak bisa dijangkau hukum. Kedua, mereka juga bebas bergentayangan melakukan penindasan HAM, memangsa korban dari bangsanya sendiri.
            Nasional yang digembor-gembor oleh Orde baru jelas berusaha mematikan gerak aktivis HAM dengan berbagai siasat dan intrik yang kotor. Dengan siasat dan intrik kotor itulah pengibar nasionalisme ini mengelabui kita semua, sehingga barbagai pelanggaran HAM tidak diungkap dan tidak pula diperkarakan. Otoritarianisme Orde Baru telah berulang kali menuduh para aktivis HAM sebagai “agen asing” atau “agen barat” sambil terus menimbulkan korban-korban atas bangsanya sendiri. Kita semua terus-menerus berusaha dibenamkan dalam perangkap kesadaran untuk melupakan kekejaman yang diperbuat Orde Baru atas bangsanya sendiri.
            Nasionalisme Orde Baru tak peduli jatuhnya korban dari bengsanya sendiri yang terhempas menemui ajalnya sejauh kepentingan KKN tidak dingugat rakyat. Bahkan dengan praktik yang berkualifikasi kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Kejahatan yang merupakan musuh seluruh umat manusia jika perlu dilakukannya. Untuk menutupinya pejabat Orde Baru dan pewarisnya sering menangkalnya dengan pernyataan angkuh “jangan campuri urusan dalam negeri Indonesia”.

            Pembangunan yang terjadi di zaman Orde Baru pada awalnya bisa membuat pendapatan per kapita naik empat kali, dari sekitar US$ 250 sampai sekitar US$ 1.000 per kapita setahun. Namun kemudian Orde Baru ternyata hanya menyuburkan korupsi dan memperbesar kesenjangan sosial. Di lain pihak, secara statistik juga bisa dibuktikkan bahwa tingkat kemiskinan berkurang. Tingkat kesejahteraan, yang bisa diukur dengan konsumsi per kapita beras, gandum, BBM, listrik, fasilitas kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan sebagainya smua naik banyak. Sekarang, lima tahun sudah digempur krisis ekonomi yang dahsyat, tingkat konsumsi publik masih cukup dan sebagian tersebar masyarakat tidak lapar dan merana dibandingkan dengan tahun 1966. Maka semuanya ini adalah hasil perbekalan dari zaman Orde Baru. Sedangkan penanaman modal asing sangat diperlukan karena divestasi perusahaan-perusahaan yang karena krisis dikuasai oleh negara, dan juga akibat dari skema debt-equity swap yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang besar beban utangnya kepada pihak luar negeri. Begitu juga kebujakan lalu lintas devisa sudah tidak baik dipadukan dengan sistem nilai tukar mata uang tetap, tanpa fundamental ekonomi yang kuat terhadap pengaruh globalisasi. Memang pemerintahan yang buruk (bad govermance) tercermin dalam maraknya KKN bukan penyebab utama masuknya Indonesia ke dalam krisis, tetapi hal itu jelas amat memperburuk keadaan.
            Setting kapitalisme global terhadap Indonesia bukanlah suatu hal yang baru dilakukan. Kenaikan rezim Soeharto dulu sedikit banyaknya mendapat dukungan dari negara-negara maju. Setting itu juga dimainkan untuk menjatuhkan Soeharto dari kekuasaannya karena prkaktek korupsi cukup parah, dukungan yag tadinya diberikan lambat laun dicabut sampai akhirnya Soeharto terjungkal. Pada masa krisis ekonomi sebelumnya kejatuhannya, Soeharto tampak setengah hati menjalankan kebijakan Bank Dunia dan IMF. Tetapi karena Soeharto tidak mau membubarkan anak-anak dan kroninya, rencananya peminjaman dana itu ditarik kembali. Padahal sebagian besar Bank-bank itu sudah dalam keadaan kacau.
            Kelemahan Soeharto adalah membela anak-anak, keluarga dan kroninya. Sehingga Bank Dunia pun dintentangnya. Sehingga Soeharto tidak dpat dukungan dan jatuh. Bahkan pengusaha dan militer sebagai penopang utama kekuasaannya pin akhirnya tidak memberikan dukungan karena sudah tidak melihat adnya prospek lagi lagi dalam kekuasaannya. Setelah Soeharto jatuh, Bank Dunia tidak serta mendapat langsung melakukan kontrol terhadap penguasa baru di Indonesia. Rezim pemerintahan Orde Baru yang pada waktu itu sudah mengalami banyak permasalahan tidak cepat membereskan masalahnya sehingga hanya mempersulit dan menambah beban bagi rakyat yang sudah lama merasa tidak puas. Ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan semakin ditambah dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, lauk-pauk, BBM, yang notabene merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi rakyat.
            Rezim Orde Baru Soeharto akhinya memiliki banyak cacatnya yang menjadi fatal karena tidak terkoreksi secara dini. Seandainya Soeharto ingin mengundurkan diri pada pertengahan 1980-an dan cengkraman politik bisa dekendurkan, mungkin keadaannya tidak akan seoarah saat ini. Negara dan para pemimpinnya yang mampu membanting setir demikian adalah RRC, yang sistem politiknya masih dikendalikan Pertai Komunis, akan tetapi ekonominya direformasikan berdasarkan sistem pasar terbuka yang cukup bebas. Proses otonomi daerah di RRC senantiasa bisa diekndalikan karena semua gubernur dan bupati diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah pusat.
            Pembangunan politik dan ekonomi untuk negara besar seperti Indonesia selalu memerlukan pemerintahan yang kuat. Ini hanya ada di zaman Soeharto, tetapi dengan pengorbanan demokrasi dan sosial. Satu-satunya masa pendek yang dapat menjadi contoh adalah masa 1950-1957. Pada masa itu pengaruh asing masih kuat. Orientasi kebijakan ekonomi masih rasional dan terbuka terhadap interaksi dengan dunia luar. Kehidupan politik masih cukup demokratis, dan partai oposisi ada. Beberapa tokoh yang berpengaruh dibidang ekonomi diantaranya yakni Bung Hatta, Syafruddun, Djuanda, Liemana, Sumitro, Wilopo, das sebagainya. Soekarno masih tetap ada dengan pengaruhnya yang karismatik dan menyatukan bangsa, akan tetapi Soekarno belum menjadi penguasa utama. Tetapi bibit-bibit perpecahan politik sudah ada, dan konflik dunia, demokrasi melawan komunisme sudah mulai masuk ke negeri ini. Indonesia memang tidak pernah bisa mengasingkan diri dari pengaruh-pengaruuh dunia, baik politik maupun ekonomi.
            Dalam membangun negara, kita harus bisa membedakan antara state building dengan nation building. Dalam tahap pertama, kita lebih berhasil dalam hal nation building, dan jasa Soekarno tidak boleh dilupakan. Nation building selama 50 tahun dilakukan dan dilestarikan berdasarkan wacana melting pot, seperti di Amerika, dimana suku-suku bangsa mengagumi kaum imigran yang menyusun Amerika herus melebur diri menjadi prototipe bangsa Amerika yang Aanglosax dan Protestan. Ikanya lebih penting daripada Bhinekanya. Setelah 50 tahun, mode nation building ini harus ditinggalkan.
                Kebhinekaan harus lebih ditonjolkan, akan tetaoi keastuan bangsa dan negara harus tetap dipelihara, jika bisa secara alami, atas dasar keyakinan nasional bahwa hidup sebagai warga dari bangsa besar lebih sentosa daripada sebagai warga dari negara kecil.
            State building rupanya jauh lebih sulit daripada nation building. Para peninjau asing yang kompeten (ahli ilmu polotik) pada umumnya tidak terlalu menyangsikan bahwa Indonesia kelak pecah seperti Unisoviet dan Yugoslavia. Semangat nasionalisme masih cukup kuat, walaupun sudah mengalami erosi. Yang membuat resiko besar perpecahan Republik Indonesia adalah bahwa pemerintahannya yang lemah. “Indonesia is not a failed state but a weak state” . Pemerintah di Jakarta lemah oleh karena tertangkap dalam proses demokratis.
            Lemahnya pemerintahan dan negara dewasa ini oleh karena alat-alat penegak kekuasaan tidak berfungsi dengan baik (tentara, polisi, jaksa, hakim, sistem peradilan, dan lain sebagainya). Moral serta tanggung jawabnya dirusak oleh KKN dan oleh karena negara tidak bisa menjamin gaji dan balas jasa yang wajar. Maka, krisis ekonomi memperparah efektivitas aparat pemerintah dan negara. Anggaran pembelanjaan pemerintah terlalu digerogoti pembayaran kembali hutang-hutang dan bunga. Beban hutang ini ikut menyebabkan weak state. Ini mempersalahkan untung ruginya bantuan internasional, juga peran asing (dan yang “non pribumi”) di perekonomian kita.
            Secara logis dan historis empiris, Indonesia tidak bisa keluar dari krisis dan kelemahan tanpa bantuan dari luar dan tanpa membuka diri terhadap unsur-unsur asing dan yang non pribumi. Ada kalangan (politisi pribumi) yang secara bangga mengatakan, kita bisa berdiri sendiri berdasarkan kekayaan alam kita. Pengalaman zaman Soekarno sudah memberi pelajaran. Tidak berguna mengusir Belanda, China, Asing Barat, dan menolak penanaman modal asing. Soekarno membuat pengecualian, perusahaan minyak bumi asing (Caltex dan Stanvac) yang sudah ada tidak diusir karena hasil devisanya deperlukan.

PENUTUP

            Kehidupan perekonomian pada zaman Orde Baru sudah berlalu sekitar 10 tahun lalu. Tapi pembahasannya masih cukup hangat sampai sekarang. Pada saat mulainya zaman Orde Baru, pemerintahan yang baru ini diwarisi dengan keadaan ekonomi yang parah. Yaitu dengan hutang luar negeri yang banyak sebesar 2,3 – 2,7 miliar, tingkat inflasi yang tinggi dan permasalahan ekonomi dan politik yang lain. Sehingga pada permulaan pemerintahan Orde Baru, pemerintah menempuh berbagai macam cara, seperti stabilitasi dan rehabilitasi ekonomi, membentuk sama denga luar negeri, dan pembangunan ekonomi. Dengan berorientasikan pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan Negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Dan berharap dengan cara tersebut permasalahan yang ditinggalkan oleh Orde Lama bisa diselesaikan. Dan terbukti dengan cara tersebut masalah-masalah itu mulai bisa diatasi dengan cepat. Itu teraplikasi dengan pemerintah mengeluarkan beberapa program pembangunan,yaitu PELITA (Pembangunan Lima Tahun), dan berjalan dengan lancar. Tapi dibalik keerhasilan pemerintah, ada juga dampak negatif dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah, seperti terjadinya otoritas,KKN,dwifungsi ABRI/Polri,pembangunan yang tidak merata,dan fundamental pembangunan ekonomi yang sangat rapuh.
            Kita harus menyadari dengan penuh dan cerda bahwa kejahatan-kejahatan Orde Baru telah memakan banyak korban, dari awal berdiri ORBA dan menunjukkan estensinya hingga sampai saat ini diwariskan. ORBA bahkan dengan berbagai cara dan intrik kotor berusaha dengan keras untuk memutuskan cita-cita agung meraih “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Kita harus memutuskan rantai otoritarianisme Orde Baru secara konsisten.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia
http://omungke.com/ekonomi-bisnis/311-faktor-penyebab-kegagalan-ekonomi-indonesia-pada-masa-orde-baru.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar