TULISAN SOFT SKILL
PEREKONOMIAN INDONESIA
OLEH : ADI NUROHMANDANA
NPM : 20212182
KELAS : 1EB20
JUDUL:
1. PERKEMBANGAN DALAM SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGEDARAN UANG
DI INDONESIA
2. TERJADINYA SEBUAH KRISIS MONETER
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
TULISAN:
TERJADINYA SEBUAH KRISIS MONETER
PENDAHULUAN
Sebuah instrument yang digunakan pemerintah untuk mengatur
jumlah mata uang yang beredar dan menentukan suku bunga yang berlaku adalah
prinsip Moneter .
Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang berdampak
buruk pada Negara dan rakyatnya.Krisis ini terjadi dari awal 1998.Sejak era
orde baru mulai terlihat kondisi Indonesia terus mengalami kemerosotan,
terutama dalam bidang ekonomi.Tingginya krisis ekonomi ini diindikasikan dengan
laju inflasi yang cukup tinggi.Sebagai dampak atas infalsi, terjadi penurunan
tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar
negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
Inflasi
rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di
Negara Indonesia. Pada tahun 1998, presiden Soeharto memecat Gubernur Bank
Indonesia,tapi ini tidak cukup berjalan baik. Soehartopun dipaksa mundur
sebagai presiden Indonesia pada pertengahan 1998 setelah sebelumnya terjadi
kerusuhan.Inilah Puncak terjadinya Krisis Moneter di Indonesia. Mundurnya
Soeharto diperkirakan dapat meredakan krisis moneter, akan tetapi juga tidak
dapat berhasil. Rupiah tetap Rp. 11.000/Dollar.Kecenderungan melemahnya rupiah
semakin menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12
Mei 1998 dan aksi penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998.kurs Rupiah terjun bebas
mencapai Rp. 17.000/Dollar AS paling rendah dalam sejarah.
ISI
KRISIS moneter Indonesia berawal dari kebijakan Pemerintah
Thailand di bulan Juli 1997 untuk mengembangkan mata uang Thailand Bath
terhadap Dollar US. Selama itu mata uang Bath dan Dollar US dikaitkan satu sama
lain dengan suatu kurs yang tetap. Devaluasi mendadak dari Bath ini menimbulkan
tekanan terhadap mata-mata uang Negara ASEAN dan menjalarlah tekanan devaluasi
di wilayah ini.
Sementara ini telah berlangsung hampir dua tahun dan telah
berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin
banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur.
Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter
saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang
secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di
banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun
terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan
peristiwa kerusuhan yang melanda banyak.
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak
seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus
lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20
milyar dolar, dan sektor bank yang baik.
Krisis yang melanda bangsa Indonesia, menjadi awal
terpuruknya sebuah negara dengan kekayaan alam yang melimpah ini.Dari awal
1998, sejak era orde baru mulai terlihat kebusukannya Indonesia terus mengalami
kemerosotan, terutama dalam bidang ekonomi.Nilai tukar semakin melemah, inflasi
tak terkendali, juga pertumbuhan ekonomi yang kurang berkembang di negara ini.
Indonesia, yang mengikuti sistim mengambang terkendali, pada
awalnya bertahan dengan memperluas band pengendalian/intervensi, namun di medio
bulan Agustus 1997 itu terpaksa melepaskan pengendalian/intervensi melalui
sistim band tersebut. Rupiah langsung terdevaluasi.Dalam bulan
September/Oktober 1997, Rupiah telah terdevaluasi dengan 30% sejak bulan Juli
1997. Dan di bulan Juli 1998 dalam setahun, Rupiah sudah terdevaluasi dengan
90%, diikuti oleh kemerosotan IHSG di pasar modal Jakarta dengan besaran
sekitar 90% pula dalam periode yang sama. Dalam perkembangan selanjutnya dan
selama ini, ternyata Indonesia paling dalam dan paling lama mengalami depresi
ekonomi. Di tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot menjadi 13,7%
dari pertumbuhan sebesar +4,9% di tahun sebelumnya (1997). Atau jatuh dengan
18,6% dalam setahun.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen.Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam.IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat.Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September.Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini.Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesiaa, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presidenSampai 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki “current account deficit” dan perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan ke keterbukaan yang berlebihan dari resiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen.Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam.IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat.Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September.Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini.Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesiaa, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presidenSampai 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki “current account deficit” dan perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan ke keterbukaan yang berlebihan dari resiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.
Pelaku ekonomi telah memikirkan akibat Daratan Tiongkok pada
ekonomi nyata sebagai faktor penyumbang krisis. RRT telah memulai kompetisi
secara efektif dengan eksportir Asia lainnya terutaman pada 1990-an setelah
penerapan reform orientas-eksport. Yang paling penting, mata uang Thailand dan
Indonesia adalah berhubungan erat dengan dollar, yang naik nilainya pada
1990-an. Importir Barat mencari pemroduksi yang lebih murah dan menemukannya di
Tiongkok yang biayanya rendah dibanding dollar.
Krisis Asia dimulai pada pertengahan 1997 dan mempengaruhi
mata uang, pasar bursa dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara.Dimulai
dari kejadian di Amerika Selatan, investor Barat kehilangan kepercayaan dalam
keamanan di Asia Timur dan memulai menarik uangnya.
Banyak pelaku ekonomi, termasuk Joseph Stiglitz dan Jeffrey
Sachs, telah meremehkan peran ekonomi nyata dalam krisis dibanding dengan pasar
finansial yang diakibatkan kecepatan krisis.Kecepatan krisis ini telah membuat
Sachs dan lainnya untuk membandingkan dengan pelarian bank klasik yang
disebabkan oleh shock resiko yang tiba-tiba. Sach menunjuk ke kebijakan
keuangan dan fiskal yang ketat yang diterapkan oleh pemerintah pada saat krisis
dimulai, sedangkan Frederic Mishkin menunjuk ke peranan informasi asimetrik
dalam pasar finansial yang menuju ke “mental herd” diantara investor yang
memperbesar resiko yang relatif kecil dalam ekonomi nyata. Krisis ini telah
menimbulkan keinginan dari pelaksana ekonomi perilaku tertarik di psikologi
pasar.
Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia
pada tanggal 14 Agustus
1997
terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollar
AS,
dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan
sistim managed floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober
1978. Dengan demikian BankIndonesia tidak lagi melakukan intervensi di pasar
valuta asing untuk menopang nilai
tukar
rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar
rupiah
kemudian
merosot dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997
menjadi
Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi
sekitar
Rp 8.000 awal Mei 1999.
Tetapi yang utama karena utang swasta luar negeri yang telah
mencapai jumlah yang besar.Yang jebol bukanlah sektor rupiah dalam negeri,
melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting
yang sangat jauh dari nilai nyatanya.Krisis yang berkepanjangan ini adalah
krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan
yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh
temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada
serbuan terhadap dollar AS ini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat
ekonomi mikro, ekonomi Indonesia tidak akan mengalami krisis. Krisis ini
diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor penyebab lainnya yang
datangnya saling bersusulan.
Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan
ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam,
meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang
berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat.
Berikut
ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan
kejadiannya:
1. Dianutnya sistim
devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, memungkinkan
arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun
jumlahnya.
2.
Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993)
hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai
tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued.
Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya
relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk
dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor.
3.
Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan
menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak
tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya
ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
Ada tiga pihak yang bersalah di sini, pemerintah, kreditur
dan debitur.Kesalahan pemerintah adalah, karena telah memberi signal yang salah
kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiah terus-menerus overvalued dan
suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalam rupiah menjadi relatif
mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah. Sebaliknya,
tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelarian dana ke
luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah. Selain
itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap utang-utang
swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintah dengan
dibentuknya tim PKLN. Pihak kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena
kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan.Jadi
sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari
kerugian yang diderita oleh debitur.
4.
Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga Ehrke: 2-3) yang
dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas
cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin
trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah
besar. Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas
dari sektor riil.
5.
Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar
dengan pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai
tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi
ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997.
6.
Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department Staff:
10; IDE), yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih
besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah
nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga
barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam
negeri.
7.
Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham
besar-besaran dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh
perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar
dalam jumlah besar.
8. IMF
tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang
dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan
dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia
juga menunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaan
perekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk.
9.
Spekulan domestik ikut bermain. Para spekulan inipun tidak semata-mata
menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim perbankan
untuk bermain.
10. Terjadi krisis kepercayaan
dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar
nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya
nilai tukar rupiah.
Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama
menunggu pembenahan yang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah
terakumulasi selama bertahun-tahun masih bisa ditampung oleh masyarakat dan
tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkan perekonomian Indonesia seperti
sekarang ini. Memang terjadi dislokasi sumber-sumber ekonomi dan kegiatan
mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok tertentu yang menguntungkan
mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan perusahaan-perusahaan yang efisien.
Subsidi pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai bidang, penyaluran dana yang
besar untuk proyek IPTN dan mobil nasional. Timbulnya krisis berkaitan dengan
jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor
ekonomi luar negeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri,
meskipun kelemahan sektor riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap
melemahnya nilai tukar rupiah.Membenahi sektor riil saja, tidak memecahkan
permasalahan.
Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara
kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia,
yang menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Sebab itu
tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi ini
adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan
nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap
kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang
nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan
politik.
DAMPAK KRISIS MONETER
Berbagai dampak Krisis Moneter timbul
di Indonesia. Krisis Moneter membawa dampak yang kurang baik bagi Indonesia,
ini disebabkan karena kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang
melambung tinggi jika dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah
tetap. Dampak yang terlihat seperti : Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK
pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar upah para pekerjanya. Sehingga
menambah angka pengangguran di Indonesia. Pemerintah kesulitan menutup APBN.
Harga barang yang naik cukup tinggi, yang mengakibatkan masyrakat kesulitan
mendapat barang-barang kebutuhan pokoknya. Utang luar negeri dalam rupiah
melonjak. Harga BBM naik.
Kemiskinan juga termasuk dampak krisis
moneter. Pada oktober 1998 jumlah keluarga miskin di perkirakan sekitar 7.5
juta. Meningkatnya jumlah penduduk yang miskin tidak terlepas dari jatuhnya
nilai mata uang rupiah yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan
antara penghasilan yang berkurang akibat PHK atau naik sedikit dengan
pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi.
Disaat krisis itu terjadi banyak pejabat
yang melakukan korupsi. Sehingga mengurangi pendapatan para pekerja yang lain.
Banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan Negara asing dengan
tingkat bunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban utang Negara. Pada
sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah juga membawa hikmah. Secara umum
impor barang menurun tajam. Sebaliknya arus masuk turis asing akan lebih besar,
daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan impor rendah meningkat
sehingga bisa menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang berbasis
pertanian.
Dampak dari krisis moneter lebih banyak
yang negative dibandingkan dampak positifnya. Itu di karenakan krisis ini
mengganggu kesejahteraan masyarakat.
PENUTUP
Krisis
ekonomi yang di alami Indonesia telah berlangsung hampir dua tahun dan telah
berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin
banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang
menganggur.Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti
Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih
dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar
dolar, dan sektor bank yang baik.
Krisis
yang melanda bangsa Indonesia, menjadi awal terpuruknya sebuah negara dengan
kekayaan alam yang melimpah ini.Dari awal 1998, sejak era orde baru mulai
terlihat kebusukannya Indonesia terus mengalami kemerosotan, terutama dalam
bidang ekonomi.Nilai tukar semakin melemah, inflasi tak terkendali, juga pertumbuhan
ekonomi yang kurang berkembang di negara ini.Penyebab utama dari terjadinya
krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada
banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat.
Berbagai dampak Krisis Moneter timbul
di Indonesia. Krisis Moneter membawa dampak yang kurang baik bagi Indonesia diantaranya adalah Banyak
perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar
upah para pekerjanya. Sehingga menambah angka pengangguran di Indonesia.
Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang naik cukup tinggi, yang
mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat barang-barang kebutuhan pokoknya.
Utang luar negeri dalam rupiah melonjak. Harga BBM naik. Maka dari itu dibutuhkan kemampuan
Pemerintah untuk mengatur perekonomian Indonesia.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar