TULISAN SOFT SKILL
PEREKONOMIAN INDONESIA
OLEH : ADI NUROHMANDANA
NPM : 20212182
KELAS : 1EB20
JUDUL:
1. PERKEMBANGAN DALAM SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGEDARAN UANG
DI INDONESIA
2. TERJADINYA SEBUAH KRISIS MONETER
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
TULISAN:
Perkembangan Dalam Sistem Pembayaran
Dan Pengedaran Uang di Indonesia
PENDAHULUAN
Pada masa kini kehidupan masyarakat, telah melahirkan pola
pemikiran baru yang turut berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ketika
mekanisme pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan
masyarakat dalam hal perpindahan dana secara cepat, aman dan efisien, maka
inovasi-inovasi teknologi pembayaran semakin bermunculan dengan sangat
pesat. Memberikan jawaban dengan berbagai fasilitas kemudahan dan
semakin tiada batas.
Bank Indonesia dituntut untuk selalu memastikan bahwa setiap
perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada koridor ketentuan yang
berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan jalannya kegiatan
sistem pembayaran.Berkaca pada kondisi tersebut, dan patut diingat bahwa
perkembangan sistem pembayaran tidak pernah terpisahkan dengan inovasi-inovasi
infrastruktur teknologi, maka perkembangan sistem pembayaran di Indonesia saat ini
mengarah pada upaya penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem dengan
bertopang pada kemajuan teknologi informasi.
Industri pembayaran baik yang melibatkan bank maupun lembaga
selain bank berlomba-lomba melakukan pengembangan sistem pembayarannya.Bahkan
saat ini peranan lembaga selain bank (LSB) di dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran semakin nyata dengan semakin banyaknya LSB yang melakukan kerjasama
dengan perbankan baik sebagai penyedia jaringan dan tidak menutup
kemungkinan sebagai penerbit dari instrumen-instrumen pembayaran
tersebut.
ISI
Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 memberikan dampak terhadap
peningkatan kegiatan perekonomian Indonesia selama tahun tersebut.Kegiatan
ekonomi yang paling dominan meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi
swasta domestik, meskipun kegiatan investasi dan perdagangan internasional (net
ekspor) juga memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia
tersebut.Kegiatan ekonomi selama tahun 2010 tentunya sangat berpengaruh pada
aktivitas sistem pembayaran. Nilai transaksi transfer dana yang melalui sistem
pembayaran selama periode laporan meningkat dibanding tahun sebelumnya. Untuk
nilai transaksi pembayaran selama tahun 2010 mencapai 58,05 ribu triliun atau
meningkat 27,8% dibandingkan tahun 2009. Sementara itu volume transaksi
pembayaran mencapai 2,14 miliar transaksi atau meningkat 15,46%.
Untuk mendukung lancarnya aktivitas pembayaran,
inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran banyak tercipta sebagai
dampak positif dari perkembangan teknologi informasi.Hal ini tentunya bertujuan
untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat pengguna.Namun
demikian, diperlukan suatu kebijakan dari Bank Indonesia untuk selalu menjaga
dan meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran
dengan tetap memperhatikan pemenuhan aspek perlindungan konsumen.Penguatan dari
sisi infrastruktur menjadi fokus utama dalam pengembangan sistem pembayaran di
tahun 2010.Persiapan mengahadapi era integrasi ekonomi di kawasan ASEAN melalui
MEA terus dilakukan dan menjadi faktor utama dalam penguatan infrastruktur
sistem pembayaran, baik sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia maupun oleh pihak di luar Bank Indonesia.
Selama periode laporan, kebijakan penguatan infrastruktur
untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi sistem pembayaran ditempuh oleh Bank
Indonesia dengan melakukan beberapa pengembangan, antara lain pengembangan
mekanisme Payment-versus-Payment(PvP) pada Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), enhancement Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia(SKNBI) melalui penyempurnaan implementasi close to real timeFailure
to Settle (FtS) pada mekanisme kliring debet dan persiapan penyusunan standar
nasional untuk kartu ATM/Debet berbasis chip, dan inisiasi penyusunan standar
nasional uang elektronik.
Selain kebijakan penguatan infrastruktur, pemenuhan aspek
perlindungan konsumen juga merupakan concern Bank Indonesia. Hal ini dapat
terlihat dengan telah diselesaikannya penyusunan Rancangan Undang-Undang
Transfer Dana yang akan memberikan kepastian, keamanan dan kenyamanan
masyarakat dalam melakukan transaksi transfer dana.Selanjutnya dalam rangka
memperkuat kelembagaan industri sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia
telah memfasilitasi pelaku industri sistem pembayaran dalam pendirian Asosiasi
Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang
Indonesia (APPUI). ASPI dan APPUI diharapkan mampu menjadi mitra strategis Bank
Indonesia dalam menciptakan industri sistem pembayaran yang semakin handal.
Dari sisi pengawasan sistem pembayaran, pada periode laporan
telah dilakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran. Obyek
pengawasan dalam sistem pembayaran meliputi sistem yang dikategorikan sebagai
Systemically Important Payment Systems (SIPS) maupun yang non SIPS. Ulasan
mengenai pengawasan sistem pembayaran ini akan diuraikan pada Bab Peningkatan
Keamanan dalam Kerangka Oversight Sistem Pembayaran.
Untuk satu tahun ke depan, kebijakan dan arah pengembangan
sistem pembayaran akan tetap difokuskan pada upaya penataan infrastruktur
sistem pembayaran dalam rangka meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam sistem
pembayaran, antara lain melalui penataan infrastruktur sistem pembayaran,
pengembangan infrastruktur baru, enhancement sistem yang telah ada, serta
penyusunan dan penyesuaian ketentuan terkait sistem pembayaran. Hal tersebut
sangat penting agar kelancaran sistem pembayaran sebagai urat nadi perekonomian
dapat terus terjaga.
Dari sisi pengedaran uang, penggunaan uang kartal oleh
masyarakat menunjukkan peningkatan sebagaimana tercermin pada meningkatnya
berbagai indikator pengedaran uang antara lain jumlah uang beredar (UYD) dan
net aliran uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan
masyarakat (net outflow). Pada tahun 2010, pertumbuhan UYD rata-rata mencapai
12,1% yaitu dari Rp244,4 triliun menjadi Rp274,0 triliun, atau meningkat dari
pertumbuhan UYD rata-rata tahun 2009 yang hanya sebesar 10,7%. Meskipun
pertumbuhannya meningkat dibanding tahun 2009, laju pertumbuhan rata-rata UYD
pada tahun 2010 tersebut masih dibawah angka historis sebelum krisis
(2005-2008) yang berkisar antara 13,5% sampai 26,3%.
Strategi kebijakan pengedaran uang pada tahun 2010 diarahkan
pada upaya untuk meningkatkan kehandalan pengedaran uang dan penyempurnaan
kualitas uang, yang meliputi pemenuhan uang, optimalisasi layanan kas,
pengelolaan uang dan pendistribusiannya, serta peningkatan pengamanan elemen
dan unsur pengaman uang, serta kelayakan uang yang beredar di berbagai wilayah
termasuk di daerah terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Berbagai kebijakan di bidang pengedaran uang tersebut tetap mengacu
pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu 1) ketersediaan uang Rupiah
yang berkualitas, 2) layanan kas prima, dan 3) pengedaran uang yang aman,
handal, dan efisien.
Ke depan, kebutuhan uang kartal diperkirakan masih akan
meningkat sejalan dengan proyeksi pertumbuhan perekonomian sebesar 6,0 - 6,5%
pada tahun 2011. Proyeksi jumlah uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia ke
perbankan dan masyarakat (outflow) pada tahun 2011 diperkirakan meningkat 9%
dibandingkan tahun 2010, dengan perkiraan tambahan uang kartal yang beredar
sekitar 15%. Mempertimbangkan potensi peningkatan kegiatan pengedaran uang
tersebut, prioritas arah kebijakan Bank Indonesia di bidang pengedaran uang
tersusun dalam tiga rancangan kebijakan yaitu 1) peningkatan kualitas uang yang
beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan
yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) peningkatan efektivitas
operasional kas di Bank Indonesia dan perbankan; serta 3) pengembangan layanan
kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan instansi
terkait.
Bank Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan setelmen
transaksi-transaksi melalui Sistem Bank Indonesia (BI-RTGS), Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan Bank Indonesia Scripless Securities
Settlement System (BI-SSSS) juga terus berupaya memperbaiki dan memperbaharui
mekanisme sistem yang ada agar selalu efisien, aman dan sejalan dengan
perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang.
Semuanya itu nantinya akan mengarah kepada persiapan teknologi pembayaran
Indonesia dalam menghadapi rencana integrasi ekonomi global di
kawasan ASEAN pada tahun 2015 yang juga menjadi faktor pendorong penguatan
infrastruktur dan pengembangan sistem yang bernilai besar sampai kepada ritel.
Masyarakat pun dihadapkan pada berbagai macam pilihan
instrumen pembayaran.Uang tunai tetap menjadi primadona dalam setiap kegiatan
transaksi pembayaran. Namun instrumen pembayaran berbasis kertas paper based
dan juga card based serta electronic based juga tak kalah menariknya dan
semakin menjadi pilihan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi. Tren
pergeseran dari penggunaan paper based instrument seperti cek dan bilyet giro
ke penggunaan card based dan electronic based instrument terlihat dari semakin
terbiasanya masyarakat menggunakan alat pembayaran seperti kartu kredit, kartu
ATM/Debet, transfer elektronik melalui kliring dan Real Time Gross Settlement
(RTGS), Scripless Securities Settlement System (SSSS), uang elektronik baik
yang berbentuk kartu(card based) maupun server based, pembayaran melalui
saluran internet banking mobile payment dan fitur-fitur turunan lainnya.
Walaupun tak dapat dipungkiri, ada segmen masyarakat tertentu yang masih atau
lebih nyaman menggunakan cek/Bilyet Giro (BG).
Penguatan infrastruktur tersebut tercermin dimana Bank
Indonesia sebagai penyelenggara sistem pembayaran mulai mengoperasikan layanan
setelmen Payment-versus-Payment (PvP) pada Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (Sistem BI-RTGS).Layanan penyelesaian setelmen dari transaksi
jual beli valuta asing khususnya United States Dollar (USD) terhadap Indonesian
Rupiah (IDR) dilakukan secara bersamaan.Hal ini untuk menghindari terjadinya
risiko kegagalan setelmen pada saat pertukaran nilai uang dilakukan.Selain itu
dengan kecenderungan transaksi pembayaran ke depan yang semakin tiada batas
sudah barang tentu memunculkan kebutuhan likuiditas yang semakin tinggi bagi
para pelaku ekonomi, antara lain munculnya ragam derivasi produk keuangan
global dan hilangnya batasan wilayah ekonomi regional yang digagas melalui MEA
maupun kerjasama regional lainnya. Selain PvP, penguatan infrastruktur lainnya
adalah penyatuan penyelenggaraan fungsi setelmen surat berharga BI-SSSS ke
dalam penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan setelmen di Bank Indonesia
(Sistem BI-RTGS). Penyatuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
penyelenggaraan kegiatan setelmen dana dan surat berharga berikut infrastruktur
dan sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan
Bank Indonesia kepada stakeholders terkait.
Tak ketinggalan di sisi ritel, Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) yang merupakan sistem kliring. Penyempurnaan SKNBI dilakukan
untuk meminimalkan risiko kredit pada kliring debet. Penerapan prinsip no money
no game pada proses penghitungan kliring debet yang baru, menuntut bank untuk
selalu menjaga kecukupan pendanaan awal agar dapat digunakan untuk memenuhi
kewajiban tagihan pembayaran dari bank lainnya. Hal ini mendorong bank peserta
kliring untuk melakukan pengelolaan likuiditasnya secara lebih baik dan
efisien.Masih di sisi pembayaran ritel, perkembangan industri pembayaran ritel
diarahkan kepada penciptaan interoperability antar sistem yang digunakan
demi terciptanya keamanan dan efisiensi sistem pembayaran.Standardisasi
nasional instrumen kartu ATM/Debet adalah salah satunya. Dilatarbelakangi oleh
isu keamanan bertransaksi dalam menggunakan kartu ATM/Debet, penggunaan
teknologi chip pada kartu ATM/Debet diyakini dapat meminimalkan timbulnya
kejahatan fraud pada kartu ATM/Debet. Selain itu, interoperability antar sistem
juga diciptakan pada penyelenggaraan uang elektronik. Dengan semakin maraknya
penggunaan uang elektronik di masyarakat yang sampai akhir 2010 mencapai
Rp693,5 milyar, maka interoperability dilakukan dengan mulai menciptakan uang
elektronik berbasis chip yang multipurpose. Multipurpose yang artinya satu
kartu dapat digunakan untuk melakukan transaksi di berbagai toko atau penyedia
barang dan jasa.
Penguatan sistem pembayaran tidak hanya dari sisi
infrastruktur saja. Bank Indonesia juga memperkuat kelembagaan industri
pembayaran dengan mendirikan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan
Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang (APPUI). ASPI dan APPUI diharapkan mampu
menjadi mitra strategis Bank Indonesia dalam mendorong kondisi dan perilaku
pasar yang kompetitif. Keberadaan ASPI tersebut juga diharapkan dapat menjadi
motor penggerak dan pendukung utama kebijakan penataan infrastruktur sistem
pembayaran di Indonesia yang digulirkan Bank Indonesia.
Tak ketinggalan dan tak kalah pentingnya, perkembangan setiap
sisi sistem pembayaran harus memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Implementasi penyelenggaraan perlindungan konsumen yang telah memasuki tahun
ke-9 sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, secara umum masih belum optimal dirasakan manfaatnya
oleh konsumen yang merupakan bagian dari masyarakat, khususnya manakala
melakukan kegiatan transfer dana. Maka dari itu, Pemerintah dan Bank Indonesia
sebagai regulator sistem pembayaran menggarap serius Rancangan Undang-Undang
Transfer Dana (RUU Transfer Dana) yang diajukan oleh Pemerintah sebagai bentuk
landasan dan perlindungan hukum yang setara bagi setiap pihak yang terlibat
dalam kegiatan transfer dana termasuk kegiatan transfer dana antara
penyelenggara dengan nasabahnya. Diharapkan dengan adanya UU Transfer Dana,
masyarakat dapat dengan nyaman dan aman melakukan setiap aktivitas transfer
dana yang kian hari kian meningkat. Nilai dan volume transaksi transfer dana di
seluruh sistem pembayaran sampai dengan akhir 2010 masing-masing sebesar Rp58,1
ribu triliun 2,1 miliar transaksi.
Namun di sisi lain, di tengah-tengah perkembangan teknologi
yang demikian pesat, tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang lebih
memilih melakukan pembayaran dengan menggunakan uang tunai. Budaya dan latar
belakang masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih belum terjamah dengan
produk-produk perbankan (remote area) maupun tidak merasa nyaman dengan
teknologi pembayaran yang sarat akan isu keamanan, menjadikan uang tunai tetap
menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran.
Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan uang kartal di
masyarakat yang sampai dengan akhir 2010 mencapai Rp274,0 triliun. Hal
ini merefleksikan masih banyaknya masyarakat yang memilih menggunakan uang
kartal untuk keperluan transaksi ekonomi. Masih cukup tingginya
kebutuhan masyarakat terhadap uang Rupiah perlu dibarengi dengan
perencanaan kebutuhan dan pengadaan uang secara komprehensif termasuk ketepatan
realisasinya; penyempurnaan unsur pengaman uang; kecepatan dan ketepatan
layanan kas; kelancaran dan keamanan distribusi uang ke seluruh satuan kerja
kas baik di KP dan KBI secara tepat waktu; serta optimalisasi pengelolaan uang
kartal.
Strategi kebijakan pengedaran uang pada tahun 2010 diarahkan
pada upaya untuk meningkatkan kehandalan pengedaran uang dan penyempurnaan
kualitas uang, yang meliputi pemenuhan uang, optimalisasi layanan kas,
pengelolaan uang dan pendistribusiannya, serta peningkatan pengamanan elemen
dan unsur pengaman uang, serta kelayakan uang yang beredar di berbagai wilayah
termasuk di daerah terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Berbagai kebijakan di bidang pengedaran uang tersebut tetap mengacu
pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu 1) ketersediaan uang Rupiah
yang berkualitas, 2) layanan kas prima, dan 3) pengedaran uang yang aman,
handal, dan efisien
Terkait dengan pengkinian unsur pengaman uang, pada tahun
2010 Bank Indonesia mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas pecahan Rp10.000 desain
baru dan uang logam pecahan Rp1.000. Selain itu, upaya penanggulangan uang
palsu tetap dilakukan baik secara preventif melalui berbagai sosialisasi dan
edukasi keaslian uang Rupiah maupun secara represif melalui kerjasama dengan
POLRI dalam meningkatkan koordinasi satuan tugas (satgas) pengungkapan kasus
tindak pidana uang palsu dan saksi ahli.
Perilaku
masyarakat untuk menyimpan uang logam hoarding menyebabkan perputaran uang
logam di masyarakat maupun tingkat pengembalian uang logam ke perbankan dan
Bank Indonesia menjadi terhambat. Untuk mengoptimalkan pengedaran/perputaran
uang logam di masyarakat dan sebagai upaya perwujudan perlindungan konsumen,
pada tanggal 31 Juli 2010 Bank Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan Republik Indonesia dan Asosiasi
Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), menandatangani Memorandum of Understanding
atau Nota Kesepakatan tentang pencanangan kegiatan Gerakan Peduli Koin Nasional
Mempertimbangkan potensi peningkatan kegiatan pengedaran
uang, prioritas arah kebijakan Bank Indonesia di bidang pengedaran uang
tersusun dalam tiga rancangan kebijakan yaitu 1) peningkatan kualitas uang yang
beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan
yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) peningkatan efektivitas
operasional kas di Bank Indonesia dan perbankan; serta 3) pengembangan layanan
kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan instansi
terkait.
Strategi untuk meningkatkan efektivitas operasional kas di
Bank Indonesia ke depan dilakukan antara lain dengan menyempurnakan sistem dan
prosedur layanan kas yang bersifat customer oriented dan pengembangan sistem
informasi layanan kas. Sementara itu pengembangan layanan kas diarahkan pada
peningkatan kegiatan kas keliling dan kas titipan di daerah terpencil dan
terdepan NKRI
Memperhatikan berbagai isu strategis tersebut, maka
Kebijakan BI selama tahun 2010 difokuskan pada upaya untuk meningkatkan
kehandalan uang Rupiah dan penyempurnaan kualitas uang dengan tetap mengacu
pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu 1) Ketersediaan uang Rupiah
yang berkualitas, 2) Layanan Kas Prima, dan 3) Pengedaran Uang yang aman,
handal, dan efisien.
Dalam rangka mendukung ketersediaan uang Rupiah yang
berkualitas, beberapa penerapan kebijakan meliputi penyusunan rencana kebutuhan
uang termasuk rencana pengadaan dan realisasi pengadaan uang dan bahan uang,
yang diikuti dengan pendistribusian uang ke berbagai wilayah secara tepat
waktu. Selain itu terkait dengan pengkinian unsur pengaman uang, BI
mengeluarkan dan mengedarkan Uang Kertas pecahan Rp10.000 desain baru dan uang
logam pecahan Rp1.000. Clean money policy merupakan kebijakan BI untuk menjaga
kualitas uang yang diedarkan melalui kegiatan pemusnahan uang dan melakukan
pencabutan uang logam pecahan Rp25. Dari sisi penanggulangan uang palsu, BI
tetap mengupayakan intensifikasi dan ekstensifikasi strategi komunikasi melalui
sosialisasi dan edukasi ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat baik secara
langsung, melalui media, dan kerjasama dengan intansi terkait, karena terbukti
cukup efektif dalam meningkatkan pemahaman masyarakat. Secara represif,
dilakukan kerjasama dengan POLRI dalam meningkatkan koordinasi satuan tugas
(satgas) pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu dan saksi ahli.Berikut
digambarkan perkembangan terkini dari berbagai jenis sistem pembayaran dan
penyelenggaranya.
Tabel
pengembangan volume transaksi sistem pembayarannya
PENUTUP
Bank Indonesia dituntut untuk selalu memastikan bahwa setiap
perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada koridor ketentuan yang
berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan jalannya kegiatan
sistem pembayaran.Industri pembayaran baik yang melibatkan bank maupun lembaga
selain bank berlomba-lomba melakukan pengembangan sistem pembayarannya.Bahkan
saat ini peranan lembaga selain bank (LSB) di dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran semakin nyata dengan semakin banyaknya LSB yang melakukan kerjasama
dengan perbankan baik sebagai penyedia jaringan dan tidak menutup
kemungkinan sebagai penerbit dari instrumen-instrumen pembayaran tersebut.
Pertumbuhan
ekonomi tahun 2010 memberikan dampak terhadap peningkatan kegiatan perekonomian
Indonesia selama tahun tersebut. Untuk mendukung lancarnya aktivitas
pembayaran, inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran banyak tercipta
sebagai dampak positif dari perkembangan teknologi informasi.Hal ini tentunya
bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat
pengguna.Namun demikian, diperlukan suatu kebijakan dari Bank Indonesia untuk
selalu menjaga dan meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan
sistem pembayaran dengan tetap memperhatikan pemenuhan aspek perlindungan konsumen.
Untuk
satu tahun ke depan, kebijakan dan arah pengembangan sistem pembayaran akan
tetap difokuskan pada upaya penataan infrastruktur sistem pembayaran dalam
rangka meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam sistem pembayaran, antara lain
melalui penataan infrastruktur sistem pembayaran, pengembangan infrastruktur
baru, enhancement sistem yang telah ada, serta penyusunan dan penyesuaian
ketentuan terkait sistem pembayaran. Hal tersebut sangat penting agar
kelancaran sistem pembayaran sebagai urat nadi perekonomian dapat terus
terjaga.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar